Minggu, 23 Oktober 2016

Teori Estetika Resepsi


1.      Pengertian
Teori estetika resepsi merupakan pendekatan yang digunakan dalam menilai suatu karya sastra. Estetika resepsi adalah ilmu keindahan yang didasarkan pada nilai atau resepsi pembaca. Karya sastra mempunyai nilai karena pembaca memberi nilai padanya. Menurut Jauss (1958) resepsi sastra bagaimana pembaca memberikan makna terhadap karya Astra yang dibacanya sehingga memberikan reaksi terhadap karya sastra. Tanggapan tersebut bersifat pasif.
2.      Latar Belakang Teori Estetika Resepsi
Hal yang melatarbelakangi lahirnya teori estetika resepsi adalah karya tidak mempunyai arti tanpa ada pembaca yang menanggapinya. Perkembangan awal oleh Mukarovsky terdapat pembaca implisit dalam karya sastra. Adanya komunikasi antara teks sastra dengan pembacanya. Pembaca memahami karya sastra dengan kerangka konteks sosial. Gagasan Mukarovsky dikembangkan oleh Felix Vodicka. Selanjutnya gagasan Vodicka dilanjutkan dan dikembangkan oleh Robert Jauss dan Wolfgang Iser.
3.      Tokoh yang Mengembangkan Teori Estetika Resepsi
a.       Mukarovsky dan Vodicka
Jan Mukarovsky dan Felix Vodicka adalah tokoh perintis perkembangan resepsi sastra atau estetika resepsi. Mukarovsky dan Vodicka adalah pengembang teori tentang estetika bahasa dan estetika dalam konteks sosial. Mukarovsky adalah seorang strukturalis, yang lebih tertarik dengan nilai dan fungsi estetika bahasa.
Menurut teori resepsi sastra, fungsi estetika sastra berhubungan dengan fungsi sosial, sedangkan fungsi estetika dan fungsi sosial tersebut selalu berubah-ubah sesuai dengan perkembangan sosial.
b.      Jauss dan Iser
Jauss adalah seseorang ahli sejarah sastra. Jauss mengemukakan pendekatan penulisan sejarah sastra terhadap dinamika sastra. Dinamika sastra dalam hal ini pada aktivitas dan kesan pembaca.
Menurut Jauss, tanggapan pembaca terhadap sebuah teks sastra ditentukan oleh horison penerimaan. Horison penerimaan, yaitu bersifat estetik atau yang ada di dalam teks sastra dan tidak bersifat estetik atau yang tidak ada di dalam teks sastra, tetapi sesuatu yang melekat pada pembaca. Horison penerimaan yang bersifat estetik adalah plot, penokohan, perwatakan, waktu, tempat, teknik penceritaan, gaya bahasa, dialog (dalam drama), bunyi, pola-pola sajak, bait, baris, dan lain-lain. Horison penerimaan yang melekat pada pembaca adalah pekerjaan, pendidikan, tempat tinggal, agama, sikap dan nilai yang ada pada pembaca.
Tokoh lain adalah Wolfgang Iser. Menurut Iser antara pembaca dengan teks sastra ersifat realtif. Kreativitas pembaca lebih kurang sama dengan kreativitas penulis. Pembaca diberi tempat untuk menanggapi karya sastra. Hal tersebut adalah kegiatan resepsi sastra. Iser menyebutnya dengan konkretisasi makna.

4.      Konsep-konsep Penting
Perkembangan resepsi sastra lebih berkembang setelah munculnya pikiran-pikiran Jausz dan Iser yang dapat dianggap memberikan dasar teoretis dan epistemologis. Tumpuan perhatian dari teori sastra akan diberikan kepada teori yang mereka kembangkan.
Jausz memiliki pendekatan yang berbeda dengan Iser tentang resepsi sastra, walaupun keduanya sama-sama menumpukan perhatian kepada keaktifan pembaca dalam menggunakan imajinasi mereka. Jausz melihat a) bagaimana pembaca memahami suatu karya seperti yang terlihat dalam pernyataan/penilaian mereka dan b) peran karya tidak penting lagi. Yang terpenting di sini yaitu aktibitas pembaca itu sendiri. Sedangkan Iser a) lebih terbatas pada adanya pembacaan yang berkesan tanpa pembaca perlu secara aktif dan b) karya memiliki peranan yang cukup besar. Bahkan kesan yang ada pada pembaca ditentukan oleh karya itu sendiri (Junus, 1985:49).
Resepsi sastra dapat melahirkan tanggapan, reaksi atau respon terhadap sebuah karya sastra dikemukakan oleh pembaca sejak dulu hingga sekarang akan berbeda-beda antara pembaca yang satu dengan yang lain. Begitu juga dengan tiap periode berbeda dengan periode lainnya. Hal ini disebabkan oleh perbedaan cakrawala harapan (verwachtingshorizon atau horizon of expectation). Cakrawala harapan ini adalah harapan-harapan seorang pembaca terhadap karya sastra (Pradopo, 2007:207).

Teori Estetika Resepsi


1.      Pengertian
Teori estetika resepsi merupakan pendekatan yang digunakan dalam menilai suatu karya sastra. Estetika resepsi adalah ilmu keindahan yang didasarkan pada nilai atau resepsi pembaca. Karya sastra mempunyai nilai karena pembaca memberi nilai padanya. Menurut Jauss (1958) resepsi sastra bagaimana pembaca memberikan makna terhadap karya Astra yang dibacanya sehingga memberikan reaksi terhadap karya sastra. Tanggapan tersebut bersifat pasif.
2.      Latar Belakang Teori Estetika Resepsi
Hal yang melatarbelakangi lahirnya teori estetika resepsi adalah karya tidak mempunyai arti tanpa ada pembaca yang menanggapinya. Perkembangan awal oleh Mukarovsky terdapat pembaca implisit dalam karya sastra. Adanya komunikasi antara teks sastra dengan pembacanya. Pembaca memahami karya sastra dengan kerangka konteks sosial. Gagasan Mukarovsky dikembangkan oleh Felix Vodicka. Selanjutnya gagasan Vodicka dilanjutkan dan dikembangkan oleh Robert Jauss dan Wolfgang Iser.
3.      Tokoh yang Mengembangkan Teori Estetika Resepsi
a.       Mukarovsky dan Vodicka
Jan Mukarovsky dan Felix Vodicka adalah tokoh perintis perkembangan resepsi sastra atau estetika resepsi. Mukarovsky dan Vodicka adalah pengembang teori tentang estetika bahasa dan estetika dalam konteks sosial. Mukarovsky adalah seorang strukturalis, yang lebih tertarik dengan nilai dan fungsi estetika bahasa.
Menurut teori resepsi sastra, fungsi estetika sastra berhubungan dengan fungsi sosial, sedangkan fungsi estetika dan fungsi sosial tersebut selalu berubah-ubah sesuai dengan perkembangan sosial.
b.      Jauss dan Iser
Jauss adalah seseorang ahli sejarah sastra. Jauss mengemukakan pendekatan penulisan sejarah sastra terhadap dinamika sastra. Dinamika sastra dalam hal ini pada aktivitas dan kesan pembaca.
Menurut Jauss, tanggapan pembaca terhadap sebuah teks sastra ditentukan oleh horison penerimaan. Horison penerimaan, yaitu bersifat estetik atau yang ada di dalam teks sastra dan tidak bersifat estetik atau yang tidak ada di dalam teks sastra, tetapi sesuatu yang melekat pada pembaca. Horison penerimaan yang bersifat estetik adalah plot, penokohan, perwatakan, waktu, tempat, teknik penceritaan, gaya bahasa, dialog (dalam drama), bunyi, pola-pola sajak, bait, baris, dan lain-lain. Horison penerimaan yang melekat pada pembaca adalah pekerjaan, pendidikan, tempat tinggal, agama, sikap dan nilai yang ada pada pembaca.
Tokoh lain adalah Wolfgang Iser. Menurut Iser antara pembaca dengan teks sastra ersifat realtif. Kreativitas pembaca lebih kurang sama dengan kreativitas penulis. Pembaca diberi tempat untuk menanggapi karya sastra. Hal tersebut adalah kegiatan resepsi sastra. Iser menyebutnya dengan konkretisasi makna.

4.      Konsep-konsep Penting
Perkembangan resepsi sastra lebih berkembang setelah munculnya pikiran-pikiran Jausz dan Iser yang dapat dianggap memberikan dasar teoretis dan epistemologis. Tumpuan perhatian dari teori sastra akan diberikan kepada teori yang mereka kembangkan.
Jausz memiliki pendekatan yang berbeda dengan Iser tentang resepsi sastra, walaupun keduanya sama-sama menumpukan perhatian kepada keaktifan pembaca dalam menggunakan imajinasi mereka. Jausz melihat a) bagaimana pembaca memahami suatu karya seperti yang terlihat dalam pernyataan/penilaian mereka dan b) peran karya tidak penting lagi. Yang terpenting di sini yaitu aktibitas pembaca itu sendiri. Sedangkan Iser a) lebih terbatas pada adanya pembacaan yang berkesan tanpa pembaca perlu secara aktif dan b) karya memiliki peranan yang cukup besar. Bahkan kesan yang ada pada pembaca ditentukan oleh karya itu sendiri (Junus, 1985:49).
Resepsi sastra dapat melahirkan tanggapan, reaksi atau respon terhadap sebuah karya sastra dikemukakan oleh pembaca sejak dulu hingga sekarang akan berbeda-beda antara pembaca yang satu dengan yang lain. Begitu juga dengan tiap periode berbeda dengan periode lainnya. Hal ini disebabkan oleh perbedaan cakrawala harapan (verwachtingshorizon atau horizon of expectation). Cakrawala harapan ini adalah harapan-harapan seorang pembaca terhadap karya sastra (Pradopo, 2007:207).

Coretan Sosiologi Sastra : Sebuah Pengantar Ringkas / Sapardi Djoko Damono



1.      Klasifikasi dan Bagan
1.1  Karya sastra diciptakan oleh sastrawan untuk dinikmati, dipahami, dan dimanfaatkan oleh masyarakat. Unsur yang saling berkaitan atas adanya sastra adalah hubungan antara masyarakat, sastra, dan sastrawan. Sastrawan adalah anggota masyarakat, sedangkan sastra adalah lembaga sosial bermedium bahasa. Bahasa adalah ciptaan sosial masyarakat.

1.2  Pendekatan terhadap sastra yang mempertimbangkan segi-segi kemasyarakatan disebut sosiologi sastra. Terdapat dua kecenderungan dalam telaah sosiologi sastra, yaitu (1) sastra merupakan cerminan sosial-ekonomis. Jadi karya sastra dikesampingkan, yang penting adalah gejala di sekitar karya sastra itu sendiri dan (2) teks sastra sebagai bahan utama telaah. Jadi sastra untuk mempelajari gejala yang ada di luar sastra itu sendiri.

1.3  Klasifikasi masalah sosiologi sastra. Wellek dan Warren, mengklasifikasikan sebagai berikut: (1) sosiologi pengarang sebagai penghasil sastra, (2) sosiologi karya sastra, hal yang tersirat dan tujuannya, (3) sosiologi sastra pembaca dan pengaruh sosial karya sastra. Ian Watt, mengklasifikasikan sebagai berikut: (1) konteks sosial pengarang, (2) sastra sebagai cermin masyarakat, (3) fungsi sosial sastra.

1.4  Pendekatan sosio-kultural. Grebstein menyimpulkan bahwa (a) karya sastra tidak dapat dipahami mendalam, (b) gagasan dalam karya sastra sama dengan penulisannya, (c) setiap karya sastra bisa bertahan lama, hakikatnya moral, (d) masyarakat mendekati sastra dengan faktor istimewa dan tradisi, (e) seharusnya kritik sastra lebih dari perenungan estetis tanpa pamrih, (f) kritikus bertanggung jawab akan sastra masa silam dan sekarang.

2.      Sosiologi dan Sastra
2.1  sosiologi adalah telaah objektif dan ilmiah tentang manusia dalam masyarakat. Sosiologi merupakan ilmu normatif atau bukan bergantung pada ahli sosiologi. Jelasnya sosiologi dapat memberikan contoh sikap normatif.
2.2  Sastra berhubungan dengan manusia dalam masyarakat. Sosiologi dan sastra memiliki masalah yang sama, yaitu masyarakat dan kehidupannya. Sosiologi lebih faktual dan sastra lebih fiktif.
2.3  Sastra dan sosiologi bukanlah bidang yang sama. Sosiologi menelaah kehidupan masyarakat secara ilmiah. Sastra mencerminkan ekspresi kehidupan masyarakat.
2.4  Manfaat data sosiologis untuk kritik sastra. Kritik sosiologis adalah pembantu kritik sastra yang sangat menentukan. Kritik sosiologis bermanfaat untuk prosa bukan puisi lirik.
2.5  Hubungan antara sosiologi dan sastra. Dalam analisis sosiologis, kritikus harus hati-hati dengan “sastra adalah cermin masyarakat”. Hal tentang kecemasan, harapan, dan aspirasi masyarakat untuk mengukur tanggapan manusia terhadap kekuatan sosial.

3.      Pelopor Teori Sosial Sastra
3.1  sastra masih berhubungan dengan kegiatan sosial. Plato membahas “teori” sosial sastra. Teori tentang peran sastra dalam masyarakat. Segala yang ada di dunia ini hanya tiruan dari kenyataan tertinggi yang berada di dunia gagasan. Teori tersebut menyebut tiga macam “seniman”, pengguna, pembuat, dan peniru. Pandangan Plato tentang peran sastra dan sastrawan bergantung pada kegunaan praktis.
3.2  Pengertian tentang sastra sebagai cerminan masyarakat. Pengaruh lingkungan terhadap sastra. Kritikus Johann Gottfried von Herder menyatakan bahwa tulisan dapat berkembang di daerah tertentu, tetapi tidak di tempat lain karena iklim, lanskap, ras, adat-istiadat, dan kondisi politik. Herder menggunakan sastra untuk memahami sejarah karena sebelumnya Herder menggunakan sejarah sebagai acuan sastra. Sosiologis terhadap sastra ada dua jalur, (1) positivisme atau hubungan sastra dengan faktor lain, (2) sastra bukan hanya cerminan masyarakat.
3.3  Sastra dan seni dapat diteliti dengan metode-metode seperti dalam ilmu alam dan pasti? Hubungan timbal balik tiga konsep, ras, saat, dan lingkungan  menghasilkan suatu struktur mental yang praktis dan spekulatif. Ras dilihat dari segi ciri turun temurun. Saat tidak ada bedanya dengan jiwa zaman. Lingkungan mencoba menjelaskan asal-usul sastra. Taine juga menyatakan sosiologi sastra adalah pandangannya tentang masyarakat pembaca. Jadi penentu karya sastra selain faktor dari luar juga faktor kejiwaan dalam penciptaannya. Time mengembangkan teori sosial sastra, tetapi tidak menciptakan mete yang sistematis untuk menerapkannya.

4.      Marxisme dan Sastra
4.1  pandangan marxisme dan sastra tentang hubungannya ada di negara komunis. Sastra dan pengarang memegang peranan peran penting dalam strategi komunis.
4.2  Manifesto komunis. Sejarah sosial manusia tak lain adalah sejarah perjuangan kelas. Sastra berhubungan dengan faktor ekonomis dan peranan kelas sosial. Marx dan Engels menyatakan tema pokok, yaitu pengaruh sosial ideologi dan pembagian kerja. Tulisan awal Marx dan Engels memandang hubungan antara sastra dan masyarakat hanya dari segi kausalitas belaka. Engels selalu menatakan bahwa sastra adalah cermin pemantul proses sosial. Ada dua pokok pemikirannya tentang sastra, tendensi penulis harus tersirat dan lebih dogmatis.
4.3  Teori sastra marxis hanya sampai pada pertanyaan belum metode. Plekhanov membahas pengaruh gagasan Engels tentang sastra sebagai cermin dan konsep tipe. Konsep seni sebagai cermin itu bersandar pada sumber utama kehidupan sosial, yaitu perjuangan kelas.
4.4  Karya sastra besar adalah pernyataan semangat kebangsaan yang berkembang secara historis. Pengarang besar adalah mereka yang paling dekat dengan masyarakat dan evolusinya. Plekhanov menyatakan hubungan sastra dengan proses sosial menjadi perhatian politikus dan novelis. Kemudian lagi, sastra terikat pada kelas dan sastra besar tidak mungkin lahir di bawah dominasi borjuis. Lukacs menyatakan sastra modernis berpura-pura tanpa pamrih. Sastra seperti itu kehilangan hubungan dengan kehidupan sosial.
4.5  Realisme sosialis di negara-negara nonkomunis adalah propaganda pemerintah dan partai dalam novel. Pengarang realis menciptakan efek kreatif daan memperhatikan tuntutan masyarakat.
4.6  Ralisme sosialis dilakukan oleh penulis dan pemerintah RRC. Para sastrawan wajib melipat gandakan kerja kreatif mereka. Kreativitas kelompok lebih diutamakan daripada perorangan. Penciptaan yang dilakukan massa lebih berharga daripada penyair profesional. Kuo Mo-jo menyatakan “kombinasi realisme revolusioner dan romantisme revolusioner lebih sempurna daripada realisme sosialis”. Jadi romantisme mulai dipentingkan, sedangkan realisme di belakangkan.
4.7  Engels menyatakan hubungan sastra dan masyarakat itu penting. Lenin menyatakan sastra harus sejalan dengan garis partai. Terdapat garis pemisah sangat tegas. Kaum para marxis mengikuti Engels dan kaum ortodoks mengikuti Lenin. Pada kasus lain terdapat contoh tendensius yaitu pembredelan jurnal Leningrad karena dianggap berisi omong kosong.

5.      Strukturalisme Genetik
5.1  sastra dianggap sebagai gejala kedua struktur sosial. Hal itu ditanggapi pemegang teori strukturalisme. Hal itu mencakup fenomena sosial kemanusiaan misalnya ilmu-ilmu sosial. Strukturalisme sebagai metode ada empat ciri, yaitu perhatian terhadap keutuhan, strukturalisme menelaah apa yang ada di balik kenyataan, analisisnya berkaitan dengan struktur sinkronis, bukan diakronis, dan metode pendekatan yang antikausal.
5.2  Kaum formalis Rusia menyatakan, teks sastra adalah satu-satunya bahan kritik sastra. Dengan demikian jelas mereka menolak sastra sebagai cermin kehidupan sosial. Analisis formalis penting terhadap kualitas estetis sastra. Kritikus formalis ingin menegakkan suatu ilmu sastra yang berdiri sendiri. Namun kaum formalis akhirnya dibubarkan oleh kaum yang memberi batas tegas antara Astra dan masyarakat. Ditegaskan pernyataan Saussure bahwa bahasa adalah lembaga di luar manusia.
5.3  Goldman mencoba menyatukan analisis struktural dengan materialisme historis dan dialektik. Karya harus dipahami sebagai totalitas. Prinsip dasar ialah untuk biasa realis, sosiologi harus bersifat historis, untuk bisa ilmiah dan realistis. Metode sosiologis dan historis berguna apabila, tidak terbatas pada penyebaran dan penerimaan karya sastra, data diintegrasikan dalam analisis positif berdasar perkembangan. Goldman mengembangkan konsep pandangan dunia yang terwujud dalam karya sastra dan filsafat yang besar. Namun bukan ideologi, melainkan memahami dunia sebagai keutuhan terwujud dalam karya sastra dan filsafat. Pandangan dunia menentukan struktur karya sastra. pendekatan yang sahih hanya dapat dilaksanakan untuk karya sastra besar.
5.4  Goldman menyatakan posisi pengarang adalah posisi kritis, perkembangan masyarakat borjuis. Goldman membicarakan karya sastra masa lampau dan modern. Apabila pandangan dunia digunakan menelaah sastra, kesulitan akan terjadi pada keadaan kelas masyarakat Eropa akhir abad 19. Keadaan itu menyulitkan penetapan pandangan dunia yang menjadi bekal utama pendekatan sosiologis. Goldman menjelaskan adanya hubungan struktur ekonomi dengan struktur sastra.
5.5  Salah satu keberatan pernyataan Goldman, pandangan dunia bukan ideologi. Ideologi, “kesadaran palsu” sedangkan pandangan dunia, “kesadaran sejati. Selain kelemahan metode Goldman, ada kelebihannya yaitu perkembangan sosiologi sastra. Teks tidak lagi dianggap cermin pasif.

6.      Sastra, Politik, dan Ideologi
6.1  Dalam karya sastra, politik itu seperti tak ingin didengar tetapi tanpa sadar diperhatikan. Dalam novel politik, politik memainkan peran utama. Namun ideologi disarankan tidak dimasukkan di dalamnya. Kriteria untuk menilai novel politik tentang berapa banyak kehidupan ini dipancarkannya.
6.2  Novelis politik harus menempatkan politik sebaik-baiknya, tanpa itu karya akan mentah. Max Adereth membahas “sastra yang terlibat”. Gagasan itu menuntut pengaran menyediakan cermin bagi masyarakat. Gagasan keterlibatan bersumber pada dua hal. Pertama, perubahan yang cepat membuat sulit dipahami. Kedua, krisis mendalam yang menimpa peradaban manusia. Terdapat keberatan dalam keterlibatan ini, (1) terlalu berbau politik, (2) masyarakat modern menyebabkan keterlibatan menjadi kuno. Adereth menyatakan hal yang membahayakan pengarang, dogmatisme dan prasangka.
6.3  Williams menyatakan ada tujuh macam cara pengarang memasukkan gagasan sosial, (1) mempropagandakan lewat novel, (2) menambah gagasan, (3) membantah gagasan dalam novel, (4) menyodorkan sebagai konvensi, (5) muncul gagasan sebagai tokoh, (6) melarutkan gagasan dalam dunia fiksi, (7) menampilkan sebagai superstruktur.

7.      Pengarang, Buku, dan Pembaca
7.1  sastra berkaitan dengan faktor sosial, tipe dan taraf ekonomi masyarakat, kelas atau kelompok sosial, sifat pembacanya, dan keadaan kejiwaan sendiri.
7.2  Dalam perkembangan masyarakat, kelompok yang memiliki struktur tertentu menggunakan teknik fatalistik. Teknik yang berfungsi, menyampaikan informasi, mencatat sejarah, dan mempergunakan hal-hal yang tidak diketahui. Perkembangan selanjutnya, ada pembagian kerja. Dari segi sosiologis, awalnya pengarang erat dengan pembaca, yakni masyarakat.
7.3  Perkembangan hubungan antara sastrawan, karya, dan masyarakat. Rendahnya minat baca dulu karam berhitung, membaca, dan menulis adalah bawang mewah bagi para petani. Masalah utamanya adalah kemiskinan. Lalu berkembang perpustakaan juga diikuti  perkembangan novel. Pembaca akhirnya berkembang mencapai kelas-kelas rendah.
7.4  Penyebaran sastra semakin luas, perpustakaan semakin banyak. Tujuan pengarang agar karya mereka laku. Novel menjadi bacaan utama pada 1880-an. Orang yang bergerak di bidang sastra dihormati sepenuhnya.
7.5  Abad 20 yang paling penting adalah meningkatkan penerbitan buku. Semakin berkembangnya perpustakaan. Namun hanya sebagian kecil pengarang saja yang bernasib baik, sebagian besar tidak bisa hidup hanya dari tulisan mereka.
7.6  Hasil penelitian sosiolog, Robert N. Wilson tentang tempat penyair dalam masyarakat. Di Amerika penyair mungkin disamakan dengan ilmuwan. Namun statusnya mulai meragukan. Masyarakat belum bisa menerima penyair sebagai halnya pegawai atau lainnya. Dibanding dengan kerja ilmuwan penyair belum bisa menghasilkan apa dari penelitiannya tentang jiwa manusia,

8.      Masalah Sastra Populer
8.1  Sastra yang pengertiannya pada umum biasa disebut sastra murni. Sastra populer adalah tentang kebudayaan populer.  Kebudayaan itu bukan gejala modern, hanya diakui pada zaman modern ini.
8.2  Posisi sastra populer dengan masyarakat. Menurut greenberg melibatkan penelitian estetik. Masyarakat modern akibat dari kesadaran yang unggul tentang sejarah.
8.3  Kaum pelopor tentunya ada yang berada di belakangnya, kitsch, mencakup seni dan sastra komersial dan populer. Dalam perkembangannya, kitsch berhasil menaklukkan hasil kebudayaan masyarakat. Segala nilai sebenarnya adalah nilai yang diukur manusia jadi bersifat nisbi.
8.4  Tumbuhnya kebudayaan erat hubungannya pertumbuhan demokrasi politik dan pendidikan populer. Kebudayaan massa merupakan kekuatan yang dinamis dan revolusioner. Kebudayaan massa telah meminjam kebudayaan luhur, akademik, dan avant-garde. Kebudayaan massa tik akan mencapai nilai tinggi.
8.5  Abraham Kaplan mengemukakan pendekatan tentang seni populer, dilihat dari segi estetis. Seni populer ukurannya bukan ketidakmampuan memenuhi tuntutan kritik, tetapi bagaimana kegagalannya dan bagaimana yang dapat dicapai.
8.6  Kaplan menyatakan ciri-ciri seni populer, sederhana, tanpa kerumitan, dan tanpa kualifikasi. Dalam seni sastra hanya unsur tertentu sastra saja yang digunakan. Ciri selanjutnya, pengharaman ada makna ganda. Seni populer dari segi perasaan sangat menghibur.
8.7  Kaplan tidak setuju dengan penjelasan seni populer merupakan hubungan dari masyarakat modern dan kondisi sosialnya.
8.8  Seni populer biasanya dikaitkan dengan konsumen dan distribusinya. Seni populer selalu menghibur. Seni sejati dapat menjadi seni populer pada waktu tertentu. Dalam perbandingan, seniman masa lalu sedikit sekali mendapat pengaruh dari khalayak dan usahawan daripada seniman modern.