1.
Klasifikasi
dan Bagan
1.1
Karya
sastra diciptakan oleh sastrawan untuk dinikmati, dipahami, dan dimanfaatkan
oleh masyarakat. Unsur yang saling berkaitan atas adanya sastra adalah hubungan
antara masyarakat, sastra, dan sastrawan. Sastrawan adalah anggota masyarakat,
sedangkan sastra adalah lembaga sosial bermedium bahasa. Bahasa adalah ciptaan
sosial masyarakat.
1.2
Pendekatan
terhadap sastra yang mempertimbangkan segi-segi kemasyarakatan disebut
sosiologi sastra. Terdapat dua kecenderungan dalam telaah sosiologi sastra,
yaitu (1) sastra merupakan cerminan sosial-ekonomis. Jadi karya sastra
dikesampingkan, yang penting adalah gejala di sekitar karya sastra itu sendiri
dan (2) teks sastra sebagai bahan utama telaah. Jadi sastra untuk mempelajari
gejala yang ada di luar sastra itu sendiri.
1.3
Klasifikasi
masalah sosiologi sastra. Wellek dan Warren, mengklasifikasikan sebagai
berikut: (1) sosiologi pengarang sebagai penghasil sastra, (2) sosiologi karya
sastra, hal yang tersirat dan tujuannya, (3) sosiologi sastra pembaca dan
pengaruh sosial karya sastra. Ian Watt, mengklasifikasikan sebagai berikut: (1)
konteks sosial pengarang, (2) sastra sebagai cermin masyarakat, (3) fungsi
sosial sastra.
1.4
Pendekatan
sosio-kultural. Grebstein menyimpulkan bahwa (a) karya sastra tidak dapat
dipahami mendalam, (b) gagasan dalam karya sastra sama dengan penulisannya, (c)
setiap karya sastra bisa bertahan lama, hakikatnya moral, (d) masyarakat
mendekati sastra dengan faktor istimewa dan tradisi, (e) seharusnya kritik
sastra lebih dari perenungan estetis tanpa pamrih, (f) kritikus bertanggung
jawab akan sastra masa silam dan sekarang.
2.
Sosiologi
dan Sastra
2.1
sosiologi
adalah telaah objektif dan ilmiah tentang manusia dalam masyarakat. Sosiologi
merupakan ilmu normatif atau bukan bergantung pada ahli sosiologi. Jelasnya
sosiologi dapat memberikan contoh sikap normatif.
2.2
Sastra
berhubungan dengan manusia dalam masyarakat. Sosiologi dan sastra memiliki
masalah yang sama, yaitu masyarakat dan kehidupannya. Sosiologi lebih faktual
dan sastra lebih fiktif.
2.3
Sastra
dan sosiologi bukanlah bidang yang sama. Sosiologi menelaah kehidupan
masyarakat secara ilmiah. Sastra mencerminkan ekspresi kehidupan masyarakat.
2.4
Manfaat
data sosiologis untuk kritik sastra. Kritik sosiologis adalah pembantu kritik
sastra yang sangat menentukan. Kritik sosiologis bermanfaat untuk prosa bukan
puisi lirik.
2.5
Hubungan
antara sosiologi dan sastra. Dalam analisis sosiologis, kritikus harus
hati-hati dengan “sastra adalah cermin masyarakat”. Hal tentang kecemasan,
harapan, dan aspirasi masyarakat untuk mengukur tanggapan manusia terhadap
kekuatan sosial.
3.
Pelopor
Teori Sosial Sastra
3.1
sastra
masih berhubungan dengan kegiatan sosial. Plato membahas “teori” sosial sastra.
Teori tentang peran sastra dalam masyarakat. Segala yang ada di dunia ini hanya
tiruan dari kenyataan tertinggi yang berada di dunia gagasan. Teori tersebut
menyebut tiga macam “seniman”, pengguna, pembuat, dan peniru. Pandangan Plato
tentang peran sastra dan sastrawan bergantung pada kegunaan praktis.
3.2
Pengertian
tentang sastra sebagai cerminan masyarakat. Pengaruh lingkungan terhadap
sastra. Kritikus Johann Gottfried von Herder menyatakan bahwa tulisan dapat
berkembang di daerah tertentu, tetapi tidak di tempat lain karena iklim,
lanskap, ras, adat-istiadat, dan kondisi politik. Herder menggunakan sastra
untuk memahami sejarah karena sebelumnya Herder menggunakan sejarah sebagai acuan
sastra. Sosiologis terhadap sastra ada dua jalur, (1) positivisme atau hubungan
sastra dengan faktor lain, (2) sastra bukan hanya cerminan masyarakat.
3.3
Sastra
dan seni dapat diteliti dengan metode-metode seperti dalam ilmu alam dan pasti?
Hubungan timbal balik tiga konsep, ras, saat, dan lingkungan menghasilkan suatu struktur mental yang
praktis dan spekulatif. Ras dilihat dari segi ciri turun temurun. Saat tidak
ada bedanya dengan jiwa zaman. Lingkungan mencoba menjelaskan asal-usul sastra.
Taine juga menyatakan sosiologi sastra adalah pandangannya tentang masyarakat
pembaca. Jadi penentu karya sastra selain faktor dari luar juga faktor kejiwaan
dalam penciptaannya. Time mengembangkan teori sosial sastra, tetapi tidak
menciptakan mete yang sistematis untuk menerapkannya.
4.
Marxisme
dan Sastra
4.1
pandangan
marxisme dan sastra tentang hubungannya ada di negara komunis. Sastra dan
pengarang memegang peranan peran penting dalam strategi komunis.
4.2
Manifesto
komunis. Sejarah sosial manusia tak lain adalah sejarah perjuangan kelas.
Sastra berhubungan dengan faktor ekonomis dan peranan kelas sosial. Marx dan
Engels menyatakan tema pokok, yaitu pengaruh sosial ideologi dan pembagian
kerja. Tulisan awal Marx dan Engels memandang hubungan antara sastra dan
masyarakat hanya dari segi kausalitas belaka. Engels selalu menatakan bahwa
sastra adalah cermin pemantul proses sosial. Ada dua pokok pemikirannya tentang
sastra, tendensi penulis harus tersirat dan lebih dogmatis.
4.3
Teori
sastra marxis hanya sampai pada pertanyaan belum metode. Plekhanov membahas
pengaruh gagasan Engels tentang sastra sebagai cermin dan konsep tipe. Konsep
seni sebagai cermin itu bersandar pada sumber utama kehidupan sosial, yaitu
perjuangan kelas.
4.4
Karya
sastra besar adalah pernyataan semangat kebangsaan yang berkembang secara
historis. Pengarang besar adalah mereka yang paling dekat dengan masyarakat dan
evolusinya. Plekhanov menyatakan hubungan sastra dengan proses sosial menjadi perhatian
politikus dan novelis. Kemudian lagi, sastra terikat pada kelas dan sastra
besar tidak mungkin lahir di bawah dominasi borjuis. Lukacs menyatakan sastra
modernis berpura-pura tanpa pamrih. Sastra seperti itu kehilangan hubungan
dengan kehidupan sosial.
4.5
Realisme
sosialis di negara-negara nonkomunis adalah propaganda pemerintah dan partai
dalam novel. Pengarang realis menciptakan efek kreatif daan memperhatikan
tuntutan masyarakat.
4.6
Ralisme
sosialis dilakukan oleh penulis dan pemerintah RRC. Para sastrawan wajib
melipat gandakan kerja kreatif mereka. Kreativitas kelompok lebih diutamakan
daripada perorangan. Penciptaan yang dilakukan massa lebih berharga daripada
penyair profesional. Kuo Mo-jo menyatakan “kombinasi realisme revolusioner dan
romantisme revolusioner lebih sempurna daripada realisme sosialis”. Jadi
romantisme mulai dipentingkan, sedangkan realisme di belakangkan.
4.7
Engels
menyatakan hubungan sastra dan masyarakat itu penting. Lenin menyatakan sastra
harus sejalan dengan garis partai. Terdapat garis pemisah sangat tegas. Kaum para
marxis mengikuti Engels dan kaum ortodoks mengikuti Lenin. Pada kasus lain
terdapat contoh tendensius yaitu pembredelan jurnal Leningrad karena dianggap
berisi omong kosong.
5.
Strukturalisme
Genetik
5.1
sastra
dianggap sebagai gejala kedua struktur sosial. Hal itu ditanggapi pemegang
teori strukturalisme. Hal itu mencakup fenomena sosial kemanusiaan misalnya
ilmu-ilmu sosial. Strukturalisme sebagai metode ada empat ciri, yaitu perhatian
terhadap keutuhan, strukturalisme menelaah apa yang ada di balik kenyataan,
analisisnya berkaitan dengan struktur sinkronis, bukan diakronis, dan metode
pendekatan yang antikausal.
5.2
Kaum
formalis Rusia menyatakan, teks sastra adalah satu-satunya bahan kritik sastra.
Dengan demikian jelas mereka menolak sastra sebagai cermin kehidupan sosial.
Analisis formalis penting terhadap kualitas estetis sastra. Kritikus formalis
ingin menegakkan suatu ilmu sastra yang berdiri sendiri. Namun kaum formalis
akhirnya dibubarkan oleh kaum yang memberi batas tegas antara Astra dan
masyarakat. Ditegaskan pernyataan Saussure bahwa bahasa adalah lembaga di luar
manusia.
5.3
Goldman
mencoba menyatukan analisis struktural dengan materialisme historis dan
dialektik. Karya harus dipahami sebagai totalitas. Prinsip dasar ialah untuk
biasa realis, sosiologi harus bersifat historis, untuk bisa ilmiah dan
realistis. Metode sosiologis dan historis berguna apabila, tidak terbatas pada
penyebaran dan penerimaan karya sastra, data diintegrasikan dalam analisis
positif berdasar perkembangan. Goldman mengembangkan konsep pandangan dunia
yang terwujud dalam karya sastra dan filsafat yang besar. Namun bukan ideologi,
melainkan memahami dunia sebagai keutuhan terwujud dalam karya sastra dan
filsafat. Pandangan dunia menentukan struktur karya sastra. pendekatan yang
sahih hanya dapat dilaksanakan untuk karya sastra besar.
5.4
Goldman
menyatakan posisi pengarang adalah posisi kritis, perkembangan masyarakat
borjuis. Goldman membicarakan karya sastra masa lampau dan modern. Apabila
pandangan dunia digunakan menelaah sastra, kesulitan akan terjadi pada keadaan
kelas masyarakat Eropa akhir abad 19. Keadaan itu menyulitkan penetapan
pandangan dunia yang menjadi bekal utama pendekatan sosiologis. Goldman
menjelaskan adanya hubungan struktur ekonomi dengan struktur sastra.
5.5
Salah
satu keberatan pernyataan Goldman, pandangan dunia bukan ideologi. Ideologi,
“kesadaran palsu” sedangkan pandangan dunia, “kesadaran sejati. Selain
kelemahan metode Goldman, ada kelebihannya yaitu perkembangan sosiologi sastra.
Teks tidak lagi dianggap cermin pasif.
6.
Sastra,
Politik, dan Ideologi
6.1
Dalam
karya sastra, politik itu seperti tak ingin didengar tetapi tanpa sadar
diperhatikan. Dalam novel politik, politik memainkan peran utama. Namun
ideologi disarankan tidak dimasukkan di dalamnya. Kriteria untuk menilai novel
politik tentang berapa banyak kehidupan ini dipancarkannya.
6.2
Novelis
politik harus menempatkan politik sebaik-baiknya, tanpa itu karya akan mentah.
Max Adereth membahas “sastra yang terlibat”. Gagasan itu menuntut pengaran
menyediakan cermin bagi masyarakat. Gagasan keterlibatan bersumber pada dua hal.
Pertama, perubahan yang cepat membuat sulit dipahami. Kedua, krisis mendalam
yang menimpa peradaban manusia. Terdapat keberatan dalam keterlibatan ini, (1)
terlalu berbau politik, (2) masyarakat modern menyebabkan keterlibatan menjadi
kuno. Adereth menyatakan hal yang membahayakan pengarang, dogmatisme dan
prasangka.
6.3
Williams
menyatakan ada tujuh macam cara pengarang memasukkan gagasan sosial, (1)
mempropagandakan lewat novel, (2) menambah gagasan, (3) membantah gagasan dalam
novel, (4) menyodorkan sebagai konvensi, (5) muncul gagasan sebagai tokoh, (6)
melarutkan gagasan dalam dunia fiksi, (7) menampilkan sebagai superstruktur.
7.
Pengarang,
Buku, dan Pembaca
7.1
sastra
berkaitan dengan faktor sosial, tipe dan taraf ekonomi masyarakat, kelas atau
kelompok sosial, sifat pembacanya, dan keadaan kejiwaan sendiri.
7.2
Dalam
perkembangan masyarakat, kelompok yang memiliki struktur tertentu menggunakan
teknik fatalistik. Teknik yang berfungsi, menyampaikan informasi, mencatat
sejarah, dan mempergunakan hal-hal yang tidak diketahui. Perkembangan
selanjutnya, ada pembagian kerja. Dari segi sosiologis, awalnya pengarang erat
dengan pembaca, yakni masyarakat.
7.3
Perkembangan
hubungan antara sastrawan, karya, dan masyarakat. Rendahnya minat baca dulu
karam berhitung, membaca, dan menulis adalah bawang mewah bagi para petani.
Masalah utamanya adalah kemiskinan. Lalu berkembang perpustakaan juga
diikuti perkembangan novel. Pembaca
akhirnya berkembang mencapai kelas-kelas rendah.
7.4
Penyebaran
sastra semakin luas, perpustakaan semakin banyak. Tujuan pengarang agar karya
mereka laku. Novel menjadi bacaan utama pada 1880-an. Orang yang bergerak di
bidang sastra dihormati sepenuhnya.
7.5
Abad
20 yang paling penting adalah meningkatkan penerbitan buku. Semakin
berkembangnya perpustakaan. Namun hanya sebagian kecil pengarang saja yang
bernasib baik, sebagian besar tidak bisa hidup hanya dari tulisan mereka.
7.6
Hasil
penelitian sosiolog, Robert N. Wilson tentang tempat penyair dalam masyarakat.
Di Amerika penyair mungkin disamakan dengan ilmuwan. Namun statusnya mulai
meragukan. Masyarakat belum bisa menerima penyair sebagai halnya pegawai atau
lainnya. Dibanding dengan kerja ilmuwan penyair belum bisa menghasilkan apa
dari penelitiannya tentang jiwa manusia,
8.
Masalah
Sastra Populer
8.1
Sastra
yang pengertiannya pada umum biasa disebut sastra murni. Sastra populer adalah
tentang kebudayaan populer. Kebudayaan
itu bukan gejala modern, hanya diakui pada zaman modern ini.
8.2
Posisi
sastra populer dengan masyarakat. Menurut greenberg melibatkan penelitian estetik.
Masyarakat modern akibat dari kesadaran yang unggul tentang sejarah.
8.3
Kaum
pelopor tentunya ada yang berada di belakangnya, kitsch, mencakup seni dan
sastra komersial dan populer. Dalam perkembangannya, kitsch berhasil
menaklukkan hasil kebudayaan masyarakat. Segala nilai sebenarnya adalah nilai
yang diukur manusia jadi bersifat nisbi.
8.4
Tumbuhnya
kebudayaan erat hubungannya pertumbuhan demokrasi politik dan pendidikan
populer. Kebudayaan massa merupakan kekuatan yang dinamis dan revolusioner.
Kebudayaan massa telah meminjam kebudayaan luhur, akademik, dan avant-garde.
Kebudayaan massa tik akan mencapai nilai tinggi.
8.5
Abraham
Kaplan mengemukakan pendekatan tentang seni populer, dilihat dari segi estetis.
Seni populer ukurannya bukan ketidakmampuan memenuhi tuntutan kritik, tetapi
bagaimana kegagalannya dan bagaimana yang dapat dicapai.
8.6
Kaplan
menyatakan ciri-ciri seni populer, sederhana, tanpa kerumitan, dan tanpa
kualifikasi. Dalam seni sastra hanya unsur tertentu sastra saja yang digunakan.
Ciri selanjutnya, pengharaman ada makna ganda. Seni populer dari segi perasaan
sangat menghibur.
8.7
Kaplan
tidak setuju dengan penjelasan seni populer merupakan hubungan dari masyarakat
modern dan kondisi sosialnya.
8.8
Seni
populer biasanya dikaitkan dengan konsumen dan distribusinya. Seni populer
selalu menghibur. Seni sejati dapat menjadi seni populer pada waktu tertentu.
Dalam perbandingan, seniman masa lalu sedikit sekali mendapat pengaruh dari
khalayak dan usahawan daripada seniman modern.