PENELAAHAN “RAMALAN” JAYABAYA YANG
MASYHUR
PENDAHULUAN
Pada
bagian pendahuluan dipaparkan latar belakang dan rumusan masalah sebagai
berikut.
Latar Belakang
Perkembangan
zaman mengiring manusia menciptakan sesuatu yang memudahkan pekerjaan mereka. Mulai
dari teknologi sederhana sampai teknologi mutakhir. Di samping itu, terdapat
sebuah wacana yang dianggap sebagai “ramalan” dari Prabu Jayabaya. Prabu
Jayabaya adalah seorang raja Kerajaan Kadiri pada masa yang memerintah sekitar
tahun 1135-1157. “Ramalan” yang dimaksud adalah pelajaran dari kitab Musasar.
Salah satu contoh, yaitu besuk yen wis
ana kereta mlaku tanpa jarang atau artinya ‘pada masa datang ada kereta
berjalan tanpa kuda’. Hal tersebut telah membuktikan bahwa teknologi yang
diciptakan manusia berada pada wacana atau ramalan Jayabaya, yaitu mobil, alat
yang mirip delman, tetapi tanpa kuda.
Hal
yang menjadikan “ramalan” Jayabaya menarik untuk diteliti adalah terdapat
beberapa ramalan yang telah terbukti dalam perjalanan bangsa Indonesia. Terdapat
juga ramalan yang belum terbukti kebenarannya. Namun, hal tersebut bukan
berarti menjadi acuan kehidupan bangsa ataupun Nusantara melainkan menjadi
wacana. Menurut Iskandar (2007), ramalan yang membuat masyarakat Jawa sebagian
meyakini kebenarannya, yaitu Tanah Jawa
kalungan wesi, prau mlaku ing awang-awang, kali ilang kedhunge, pasar ilang
kumandange. Ramalan tersebut memiliki arti ‘Tanah Jawa dilingkari oleh besi
(rel kereta api), kapal berjalan di angkasa (pesawat terbang), sungai-sungai
telah hilang lubuknya (terjadinya erosi), pasar kehilangan gaungnya (dibangun
mal-mal pengganti pasar tradisional).
Berdasarkan
pernyataan tersebut hal yang melatarbelakangi ramalan Jayabaya menarik diulas
ialah keberadaan kebenaran dan yang diyakini. Selain itu, adanya ramalan yang
telah terbukti dan belum terbukti. Jadi, dapat disimpulkan bahwa bukan berarti
untuk meyakini yang ada dalam ramalan tersebut melainkan menjadikan sebuah
wacana yang dapat menambah ilmu menghadapi kemungkinan yang akan terjadi.
Rumusan Masalah
Pada
makalah ini dipaparkan masalah dan topik pembahasan sebagai berikut.
a. Apa
saja “ramalan” Jayabaya yang masyhur?
b. Bagaimana
“ramalan” Jayabaya yang terbukti dalam lingkup Nusantara?
c. Mengapa
“ramalan” Jayabaya menemui pro dan kontra di antara masyarakat?
d. Bagaimana
“ramalan” Jayabaya yang masyhur dan masih menjadi tanda tanya di antara
masyarakat di Nusantara?
PEMBAHASAN
Pada
makalah ini dijelaskan “ramalan” Jayabaya yang masyhur, yang terbukti, yang
menemui pro dan kontra, dan yang masih menjadi tanda tanya di antara masyarakat
Nusantara. Empat pembahasan tersebut dipaparkan sebagai berikut.
Penelaahan “Ramalan” Jayabaya yang
Masyhur
Ramalan
Jayabaya yang masyhur adalah ramalan yang dikenal masyarakat akan terjadi dan
sudah terjadi. Ramalan tersebut berupa bait-bait ataupun prosa. Pada dasarnya
diyakini atau tidak diyakini bergantung pada individu masing-masing, tetapi
yang masyhur telah menjadi hal yang diyakini sebagian masyarakat Jawa. Ramalan yang
masyhur tersebut dipaparkan sebagai berikut.
a. Ramalan
tentang ratu adil atau satrio piningit.
Pada wacana mengenai ratu adil sangat diharapkan oleh masyarakat. Alasannya
adalah muncul zaman keemasan setelah terjadinya kesemrawutan di Indonesia.
Contohnya, penindasan dan penderitaan lahir batin.
b. Ramalan
tentang mobil, pesawat, dan rel kereta api. Ramalan tersebut, yaitu besuk yen wis ana kereta mlaku tanpa jarang,
Tanah Jawa kalungan wesi, prau mlaku ing awang-awang, kali ilang kedhunge,
pasar ilang kumandang, biku tanda yen Jayabaya bus amprepegi.
c. Ramalan
tentang bencana di Jawa, yaitu Kediri dadi
kali, Surabaya dadi rawa, Tulungagung
dadi kedung, Blitar dadi latar. Setelah banyak bencana alam
dan kehidupan, diramalkan muncul ratu adil.
d. Ramalan
tentang maraknya seks bebas, yaitu wong
wadon ilang kawirangane, wong lanang ilang prawirane ‘banyak wanita hilang
rasa malunya dan laki-laki hilang kehormatannya.
e. Ramalan
tentang adanya kelompok kulit kuning yang menyelamatkan Indonesia dari
kekejaman kulit putih.
f. Ramalan
Jayabaya berupa pencocokan menjadi prosa, yaitu Akeh udan salah mangsa, Akeh prawan tua, Akeh randha meteng, akeh bayi
tanpa bapa, agama akeh asing nantang, kamanungsan akeh sing ilang, omah suci
wanodya padha wani ing ngendi-endi. Arti dari tersebut ‘banyak hujan turun
salah musim, rawan tua, janda hamil, bayi tanpa ayah, orang menentang agama, orang
kehilangan kemanusiaan, rumah suci dibenci,tempat maksiat dipuja, dan wanita
berani tampil di mana-mana.
Berdasarkan
pernyataan yang telah diulas, dapat disimpulkan bahwa ramalan Jayabaya yang
masyhur merupakan yang telah umum diketahui masyarakat, tetapi juga ada yang
belum diketahui masyarakat. Penelaahan ramalan Jayabaya yang masyhur mulai dari
yang paling diyakini, yaitu datangnya ratu adil dan manusia menciptakan pesawat
ataupun kereta api sampai dalam Indonesia terjadi marak seks bebas. Penelaahan
tersebut pada dasarnya masih terdapat hal lain yang masyhur, tetapi enam
“ramalan” dapat mewakili bahwa pengaruh “ramalan” terhadap kehidupan dalam
Indonesia sangat kuat.
Penelaahan “Ramalan” Jayabaya yang Terbukti
di Indonesia
Ramalan
Jayabaya bukan untuk diyakini secara yakin seperti agama. Ramalan tersebut
hanya sebuah wacana yang ditujukan untuk menghadapi semua kemungkinan. Semua
hal yang ada di dunia telah ada yang mengatur dan itu bukan ramalan. Namun,
ramalan Jayabaya telah ada yang sudah menjadi kenyataan. Penelaahan “ramalan”
Jayabaya yang masyhur dan nyata terbukti di Indonesia adalah sebagai berikut.
a. “Mula den titenana! Samangsa Tanah
Jawa mengku Ratu wis fora bapa, titikane nganggo kethu; pengapesane wanita
ngiwi-ngiwi, ajejuluk Sara agung. Ratu digdaya ora tedhas tapak paluning pandhe
sisane gurinda, nanging apese mungsuh setan thuyul ambergandus, bocah cilik
pating pendelik ngrubungi omah, sorak-sorak kaya nggusah pitik, ratu atine
cilik, angundama bala sabrang sing doyan asu. Pantes yen peparap bupathing
prang, sing wani bakal wirang, yen nglurug tanpa bala, digdaya tanpa aji,
menang tan ngasorake, sugih tanpa bandha, umbul-umbule warna jenang gula klapa.
Patine nunggu sabda, sinabda bali tan kena mimis tan kena penggawe ala, nanging
cures ludhes lemes amarga kecepit daging sekeliling. Yen kasebut asmane mesti
dadi rame, akeh sing padha gething. Yen kenal padha nyanding, bisa krasa
digdaya tanpa aji apanika digdaya kadi Baru Klinthin.” (Iskandar,
2007:13). Pernyataan tersebut memiliki arti, yaitu perhatikanlah ketika Tanah
Jawa memiliki raja yang tidak berayah lagi dengan ciri memakai peci dan
bergelar serba mulia; kelemahannya
berhadapan dengan wanita-wanita cantik yang suka merayu. Sang raja kebal
terhadap berbagai jenis senjata, tetapi tidak berdaya melawan setan-setan buruk
rupa! Anak-anak mengelilingi rumahnya bersorak layaknya mengusir ayam
(menggambarkan KAMI/KAPI). Sang raja kecil nyalinya, mengumpat warga negara
asing yang suka makan daging anjing (menggambarkan Bung Karno terhadap segala
bentuk penjajahan). Beliau pantas bergelar komandan perang, yang berani
dengannya bakal malu. Bila menyerang tanpa pasukan, beliau sakti tanpa pusaka
dan bila menang tidak menistakan orang lain. Beliau kaya tanpa harta, bendera
berwarna merah-putih. Meninggalnya menunggu takdir. Beliau ditakdirkan bukan
karena terbunuh atau guna-guna, tetapi lemas tidak berdaya karena terjerat oleh
ulah manusia yang mengelilinginya. Mereka yang membenci, tidak senang namanya
disebut. Namun yang memahami ajaran-ajarannya, akan mengagumi dan merasa
berjaya tanpa azimat laksana kesaktian Baru Klinthing”.
b. Mbesuk wolak waliking jaman bakal
teka: akeh wong nglanggar sumpahe dhewe, manungsa padha seneng nyalahake liyan,
ora ngendahake hukum Alloh, barang jahat diangkat-angkat, barang suci dibenci,
ukuman ratu ora adil, akeh pangkat sing jahat lan ganjil, wong ala kapuja luwih
utama ngapusi. Penyataan terbut berarti perkembangan
zaman menimbulkan seseorang ingkar janji, suka menyalahkan orang lain, tidak
mengindahkan ajaran Allah, keburukan diagungkan, kebaikan dibenci, hukuman
pemimpin sudah tidak adil, orang berpangkat tidak berusaha, yang berbohong
dipuja. Hal tersebut telah terbukti di Indonesia, misalnya hukuman pemimpin
sudah tidak adil.
c. Wong waras lan adil uripe ngenes
lan kepencil, sing ora bisa maling digething, sing pinter durhaka dadi kaca,
wong Bener sangsaya thenger-thenger, wong salah sangsaya bungah, akeh bandha
musna tan karuan larine. Pernyataan tersebut berarti mereka
yang adil hidupnya semakin menderita dan tersingkirkan, yang tidak pintar
mencuri dibenci, mereka yang curang dijadikan teman, orang jujur semakin
terbujur, orang salah semakin pongah, banyak harta musnah tanpa sebab jelas.
Penelaahan pernyataan tersebut bahwa banyaknya korupsi yang berarti tidak tahu
hilangnya harta ke mana, tanpa sebab yang jelas.
d. Bumi sangsaya suwe sangsaya
mengkeret, sakilan dipajeki, wong wadon nganggo pangganggo lanang. Pernyataan
tersebut berarti bumi semakin lama terasa sempit (karena sangat lancarnya
transportasi arus informasi), sejengkal tanah kena pajak (orang buang air kecil
pun harus membayar), wanita memakai pakaian mirip laki-laki. Hal tersebut
menyatakan adanya globalisasi.
e. Ramalan
tentang banyaknya bencana alam, kekacauan sosial, belum cukup umur sudah
mempunyai momongan, dan kemiskinan masih mendominasi.
f. Ramalan
tentang banyak pengkhianat, orang makan sesama bahkan besi juga dimakan
(korupsi), orang mati kelaparan di tengah-tengah yang berkecukupan, dan
orang-orang yang meninggalkan agama.
Penelaahan
“ramalan” Jayabaya yang masyhur dan nyata terbukti di Indonesia masih terdapat
banyak dalam bentuk prosa, bait, ataupun pencocokan menjadi pernyataan.
Berdasarkan enam hal yang telah diulas merupakan peristiwa yang mendominasi
kehidupan di Indonesia. Hal tersebut, yaitu adanya kemiskinan, ketidakadilan,
kekacauan sosial, terdapat seks bebas, globalisasi, dan bencana alam. Semua
pernyataan mencakup seluruh “ramalan” yang terbukti yang belum tersebut dalam
makalah.
Penelaahan “Ramalan” Jayabaya Menemui
Pro dan Kontra di antara Masyarakat Indonesia
Penelaahan
“ramalan” Jayabaya memiliki bermacam-macam penafsiran lebih lanjut. Penelaahan
tersebut menemui pro dan kontra di antara masyarakat. Pro dan kontra adalah dua
hal yang selalu ada setiap pernyataan, begitu pun dalam pernyataan “ramalan”
Jayabaya. Pemaparan tersebut disajikan sebagai berikut.
a. Berdasarkan
pengamatan, kelompok pro memberi pendapat bahwa “ramalan” Jayabaya diyakini
benar adanya karena benar-benar telah ada yang terjadi. Oleh karena itu,
“ramalan” Jayabaya yang belum terjadi akan terjadi. Contohnya, datangnya satria
piningit setelah munculnya kekacauan
sosial lahir dan batin. Kelompok pro, 50% menyatakan hal tersebut adalah sebuah
pertanda kesaktian Prabu Jayabaya tidak diragukan. Risih bayi padha mbayi ‘masih kecil sudah melahirkan’. Pertanda
bahwa dahulu saat pernyataan tersebut menjadi wacana dan “ramalan” bukanlah
hanya kebetulan.
b. Berdasarkan pengamatan, kelompok kontra
berpendapat bahwa wacana Prabu Jayabaya bukan untuk diyakini, tetapi hanya seni
dan gambaran bait yang kebetulan ada yang terjadi atau tidak terjadi. Meskipun
begitu, ramalan Jayabaya manungsa padha
seneng ngalap, tan anindakake hukuming Allah ‘manusia senang menghujat
sesamanya, banyak yang meinggalkan hukum Allah’. Wacana tersebut tidak
sepenuhnya benar, terdapat orang-orang yang sadar beragama dan menaati Tuhannya.
Jadi, kelompok kontra 70% menyatakan bahwa wacana dengan kenyataan hanya
kebetulan.
Berdasarkan
pernyataan yang telah diulas tersebut, dapat disimpulkan bahwa pro dan kontra
selalu ada di setiap pernyataan apapun termasuk “ramalan” Jayabaya. Pro dan kontra
dalam “ramalan” Jayabaya menimbulkan pertanyaan dari pernyataan atau wacana
mengenai masa depan. Jadi, pro membenarkan “ramalan” dan bukan kebetulan,
sedangkan kontra berpendapat bahwa hanya kebetulan bukan “ramalan”.
Penelaahan “Ramalan” Jayabaya yang
Masyhur dan Masih Menjadi Tanda Tanya di Indonesia
“Ramalan”
Jayabaya pada zaman dahulu telah ada yang terjadi dan belum terjadi. Penelaahan
“ramalan” Jayabaya yang belum terjadi menimbulkan tanda tanya dan keraguan pada
masyarakat. Wacana yang masih menjadi tanda tanya dipaparkan sebagai berikut.
a. Yoedoprawiro
(2000) menyatakan bahwa konsep ratu adil atau satria piningit masih menjadi tanda tanya di kalangan masyarakat. “Konsep
tentang ratu adil dan pengharapan akan datangnya zaman keemasan adalah pencerminan
yang muncul dalam masyarakat yang sudah lama mengalami penindasan dan
penderitaan ilahi batin. Penelaahan konsep ratu adil ialah masyarakat yang
menderita di tengah-tengah orang berkecukupan menjadi mengharap adanya ratu
adil. Jadi, ratu adil belum diketahui identitasnya, tetapi sirik den wenehi merupakan sikapnya ‘pantang untuk diberi’ walaupun
kekurangan.
b. Iskandar
(2007) menyatakan bahwa selot-selote yen
mbesuk ngancik tutuping tahun, sinungkalan dewa (8), ngasta (2) manggalaning
(9) ratu (1), (tahun Jawa 1928), bakal ana dewa ngejawantah betara Kresna,
awatak Baladewa, agegaman trisula wedha, jinejer wolak-waliking zaman, wong
nyilih mbalekake, wong utang mbayar, utang nyawa bayar nyawa, utang wirang
nyaur wirang. Hal tersebut sependapat dengan konsep Yoedoprawiro mengenai
datangnya ratu adil. Wacana tersebut berarti selambat-lambatnya kelak menjelang
tutup tahun Jawa: 1928 atau 2006 M, maka akan tampil dewa berbadan manusia,
berparas Betara Kresna, berwatak Baladewa, bersenjata trisula wedha (jejeg,
jujur, Bener, wasis, wegig, waskita) adalah tanda datangnya perubahan zaman,
orang pinjam mengembalikan, orang berhutang membayar, hutang malu akan mendapat
malu.
c. Mula den upadinen sinatriya biku,
wus tan abapa, tan bibi, lola, awus aputus Weda Jawa, mung angandelake trisula,
landheping trisula pucuk, gegawe pati utawa utang nyawa, sing tengah sirik gawe
kapitunaning liyan, sing pinggir-pinggir tolak colong njupuk winanda. Wacana
tersebut berarti carilah satria itu, yatim piatu, tak bersanak saudara, sudah
lulus Weda Jawa, hanya berpedoman trisula, ujung trisulanya tajam, membawa maut
atau utang nyawa, yang tengah pantang merugikan orang lain, yang di kirai dan
kanan menolak pencurian dan kejahatan.
d. Aja gumun, aja ngungun, hiya iku
putrane Bethara Indra, kang pambayun tur isih kuwasa nundhung setan, tumurune
tirta brjamusti pisah kaya ngundhuh, hiya siji iki bisa paring pituduh, marang
jarwane jangka kalaningsun, tan kena den apusi, marga bisa manjing jroning adi,
ana manungso kaiden ketemu, duga ana
jalma sing urung angsana, aja irik aja gela, iku dudu wektunira, nganggo
simbol ratu tanpa makutha, mula sing menangi enggala den leluri, aja kongsi
zaman kendhata madhepa den marikelu, eja-bejane anak putu.
Pernyataan tersebut memiliki arti jangan heran, jangan bingung, itulah putra
Batara Indra, yang sulung dan masih kuasa mengusir setan, air terjun brajamusti
pecah memercik, hanya yang satu ini dapat memberi petunjuk, tentang arti
ramalan saya, tidak bisa ditipu, karena dapat masuk ke dalam hati, ada manusia
yang boleh bertemu, tapi ada manusia yang belum diizinkan, jangan iri dan
kecewa, itu bukan waktu Anda, memakai lambang tanpa mahkota. Oleh sebab itu,
yang menjumpai segeralah menghormati, jangan sampai terputus, menghadaplah
dengan patuh, keberuntungan ada di anak cucu.
e. Hal
yang menjadi tanda tanya dan masyhur yang selanjutnya adalah nama pemimpin
Indonesia yang memiliki akhiran namanya “No-To-Ne-Go-Ro”. Hal tersebut terbukti
hanya pada presiden pertama dan kedua Indonesia, yaitu Soekarno yang memiliki
huruf nama akhir “No” dan Soeharto yang memiliki huruf nama akhir “To”. Namun,
presiden ketiga Indonesia tidak memiliki unsur huruf nama akhir “Ne”, yaitu B.J
Habibie. Setelah itu, tidak ada lagi unsur nama “Ne”. Jadi, dapat disimpulkan
bahwa masih menjadi tanda tanya, presiden ke berapa yang memiliki unsur huruf
akhir “No-To-Ne-Go-Ro”.
Berdasarkan
pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa penelaahan “ramalan” Jayabaya yang
masyhur dan masih menjadi tanda tanya merupakan keganjilan “ramalan” Jayabaya.
Pendapat tersebut ditunjang dengan dua pilihan, yaitu ramalan Jayabaya yang
meleset dan ramalan Jayabaya memiliki makna lain.
PENUTUP
Simpulan
Ramalan
Jayabaya merupakan wacana untuk menghadapi kemungkinan. Penelaahan “ramalan”
Jayabaya terdapat empat hal, yaitu yang masyhur, yang telah terbukti dan
terjadi, menemui pro dan kontra, dan yang masih menjadi tanda tanya. Ramalan
Jayabaya telah banyak yang terjadi di Indonesia dari aspek, politik, realitas
sosial, dan lain-lain. Namun, hal tersebut tidak dapat dijadikan alasan untuk
meyakini seperti agama. Penelaahan ramalan Jayabaya menemui dua pendapat, yaitu
meleset dan memiliki makna lain. Jadi, diperlukan penelitian-penelitian
menentukan makna yang lain agar tidak menjadi salah paham.
RUJUKAN
Hamid,
Ahmad Abu. ___. Ramalan Jayabaya: Apakah
Dapat Menghambat Pembangunan Pusat Listrik Tenaga Nuklir. Artikel. Yogyakarta:
UNY
Iskandar, Amat.
2007. Ramalan Jayabaya dan Serat
Darmogandhul. Semarang: Dahara Priza
Karim,
Ibnu S. 2009. Ramalan Jangka Jayabaya
Dalam Realitas Kehidupan. Yogyakarta: Sahabat Setia
Ratna,
Nyoman Kutha. 2010. Metodologi Penelitian
Kajian Budaya dan Ilmu Sosial Humaniora Pada Umumnya. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar
Yoedoprawiro,
Hidayat. 2000. Relevansi Ramalan Jayabaya
dengan Indonesia Abad XXI. Jakarta: Balai Pustaka