Minggu, 27 November 2016

Bahasa Indonesia Keilmuan

Karya Ilmiah
1.      Pengertian karya ilmiah
Karya ilmiah merupakan hasil pemikiran ilmiah pada suatu disiplin ilmu atau hasil penelitian yang disertai dengan metodologi penelitian dan disusun sesuai kaidah penulisan ilmiah yang berlaku.
2.      Aspek-aspek karya ilmiah
a.       Ontologi (berhubungan dengan objek kajian)
b.      Epistemologi (berhubungan dengan metode)
c.       Aksiologi (berhubungan dengan manfaat)
3.      Unsur-unsur karya ilmiah
a.       Gaya bahasa (diksi) harus ilmiah
b.      Sistematika
c.       Komponen dan substansi (isi)
d.      Sikap penulis
e.       Mengandung kebenaran, kejujuran, keberterimaan, dan kelogisan
4.      Ciri-ciri karya ilmiah
Pamungkas (2012:53) dalam bukunya ciri-ciri karya ilmiah yang dikutip dari Suriasumantri (1999:184) sebagai berikut.
a.       Reproduktif (maksud penulis sama dengan pembaca)
b.      Tidak ambigu (tidak memunculkan makna ganda)
c.       Tidak emotif (tidak melibatkan aspek perasaan penulis atau harus objektif)
d.      Penggunaan bahasa baku dalam ejaan, kata, kalimat, dan paragraf
e.       Penggunaan istilah keilmuan
f.       Bersifat denotatif
g.      Rasional (keruntutan pikiran yang logis)
h.      Ada kohesi antarkalimat pada setiap paragraf
i.        Bersifat straightforward (tidak berbelit-belit)
j.        Penggunaan kalimat efektif
5.      Jenis-jenis karya ilmiah
a.       Artikel
Karya ilmiah yang memuat pendapat subjektif penulis mengenai sebuah peristiwa ataupun masalah tertentu.
b.      Makalah
Karya ilmiah yang menyajikan sebuah masalah yang penyelesaiannya disajikan berbagai macam data yang ada di lapangan.
c.       Skripsi
Karya ilmiah yang dibuat mahasiswa untuk mendapat gelar sarjana. Skripsi memuat pendapat penulis yang mengacu pada teori.
d.      Tesis
Karya ilmiah yang ditulis mahasiswa program magister berdasarkan hasil penelitian yang memenuhi syarat ilmiah.
e.       Disertasi
Karya ilmiah yang ditulis mahasiswa calon doktor, dibimbing doktor atau guru besar. Disertasi berisi suatu penemuan penulis berfokus pada salah satu disiplin ilmu.
f.       Esai
Karya ilmiah yang menggambarkan opini penulis tentang subjek tertentu.
g.      Proposal penelitian
Karya ilmiah berisi rancangan penelitian mahasiswa.
h.      Laporan penelitian
Karya ilmiah berisi hasil pelaksanaan suatu penelitian dengan sistematika tertentu.
i.        Abstraksi
Karya ilmiah yang berfungsi memberi gambaran tentang isi teks.
j.        Kamus
Karya ilmiah yang disusun oleh satu atau beberapa orang dan ditujukan untuk memberi penjelasan pengertian kata dari ilmu tertentu.
k.      Karya ilmiah populer
Karya ilmiah yang bertujuan untuk komunikasi antara ilmu dan masyarakat.
l.        Buku pegangan
Karya ilmiah yang ditulis satu atau beberapa orang sebagai pedoman menggunakan secara teknis suatu benda.
m.    Ensiklopedia
Karya ilmiah yang disusun oleh pakar untuk menjelaskan pengertian kata dan latar belakang kata tersebut.
n.      Buku teks
Karya ilmiah yang ditulis seseorang atau beberapa orang mengenai suatu aspek ilmu tertentu.
6.      Syarat karya ilmiah
a.       Komunikatif
b.      Bernalar
c.       Kata-kata ekonomis (sederhana)
d.      Berlandaskan pada kaidah teoretis yang kuat
e.       Tulisan harus relevan dengan disiplin ilmu tertentu
f.       Memiliki sumber penopang mutakhir

g.      Dapat dipertanggungjawabkan

Kajian Budaya - Penanda Tutur dalam Komunikasi Keseharian

Sepuluh macam ungkapan atau penanda tutur dalam komunikasi keseharian disertai arti dan latar belakang ungkapan tersebut.
1.       Angkat tangan, artinya sudah tidak sanggup bahkan menyerah dengan keadaan. Latar belakang idiom ini, tangan digunakan untuk bekerja dan melakukan sesuatu namun diimplikasikan dengan kata angkat artinya tidak melakukan apapun lagi misalnya tidak sanggup mengerjakan tugas jadi angkat tangan.
2.       Adus kringet, artinya bermandi keringat karena mandi adalah kegiatan mengguyur air ke badan jadi keringat ibaratnya seperti air yang membasahi tubuh karena telah melakukan kegiatan yang menguras tenaga.
3.       Peh, kata yang digunakan oleh orang-orang sekaresidenan Kediri untuk mengungkapkan kekaguman atau kekesalan, latar belakangnya adalah kata biyuh (wah) kemudian menjadi biyeh atau ada yang mengungkapkan dengan piyeh lalu menjadi bah dan peh dengan dialek Kediri yang biasanya melebih-lebihkan seperti puueh, peeiyeh, dan peeeeh.
4.       Penanda tutur kepalan tangan saat marah, artinya “melawan” jadi saat ada seseorang tersinggung lalu mengangkat lengan dan mengepalkan tangan adalah ingin melawan. Mengepal implikasinya rasa yang menggumpal yaitu kesal yang ditekan-tekan ingin dilampiaskan.
5.       Gabut, bahasa yang sering digunakan anak muda saat malas ke mana-mana, latar belakang kata ini adalah gaji buta = gabut, artinya tidak melakukan kewajiban padahal sudah dipenuhi haknya. Kata ini digunakan anak muda dengan akronim gabut = gak bisa ikut, artinya sedang malas melakukan sesuatu padahal sudah ada fasilitas (misal diajak jalan-jalan).
6.       Patah hati, artinya perasaan yang putus atau sudah tidak ada lagi keinginan. Hati digunakan untuk perasaan karena dianggap sama artinya dengan qolbu. Patah digunakan untuk menggambarkan perasaan atau keinginan yang tidak dapat dilanjutkan lagi karena tidak utuh atau tercerai berai.
7.       Muka tembok atau muka tripleks atau muka tebal, artinya tidak punya rasa malu jadi muka atau penampilan adalah gambaran kadar malu seseorang, apabila itu tidak diperhatikan berlebihan maka sudah berkurang rasa malunya. Tembok diimplikasikan menjadi sesuatu yang keras dan susah diubah jadi sudah tidak ada rasa malu dan tidak bisa diubah.
8.       Penanda tutur menatap mata seseorang dalam waktu lama dapat menimbulkan salah paham. Sebagian orang mengartikan apabila menatapnya terus-terusan maka orang itu menantang masalah padahal bisa saja akibat melamun dan menatap yang lain tetapi dikira menatap orang tersebut.
9.       Lungguh nang tengah utawa ngarep lawang bisa ngalangi rejeki, pendahulu orang Jawa mengajarkan bahwa duduk di tengah atau depan pintu bisa menolak rezeki. Hal ini (mitos) bisa diartikan bahwa pintu adalah jalan menuju ruang tengah, dapur, belakang, dan depan jadi kalau ada orang datang lewat depan membawa rezeki maka tidak bisa masuk.

10.   A piece of cake, ungkapan ini menyatakan sesuatu yang ringan untuk dilakukan. Cake = roti dipilih karena makan sepotong kue adalah kegiatan mudah dan menyenangkan untuk dilakukan. 

Makalah Kajian Budaya

PENELAAHAN “RAMALAN” JAYABAYA YANG MASYHUR

PENDAHULUAN
Pada bagian pendahuluan dipaparkan latar belakang dan rumusan masalah sebagai berikut.
Latar Belakang
Perkembangan zaman mengiring manusia menciptakan sesuatu yang memudahkan pekerjaan mereka. Mulai dari teknologi sederhana sampai teknologi mutakhir. Di samping itu, terdapat sebuah wacana yang dianggap sebagai “ramalan” dari Prabu Jayabaya. Prabu Jayabaya adalah seorang raja Kerajaan Kadiri pada masa yang memerintah sekitar tahun 1135-1157. “Ramalan” yang dimaksud adalah pelajaran dari kitab Musasar. Salah satu contoh, yaitu besuk yen wis ana kereta mlaku tanpa jarang atau artinya ‘pada masa datang ada kereta berjalan tanpa kuda’. Hal tersebut telah membuktikan bahwa teknologi yang diciptakan manusia berada pada wacana atau ramalan Jayabaya, yaitu mobil, alat yang mirip delman, tetapi tanpa kuda.
Hal yang menjadikan “ramalan” Jayabaya menarik untuk diteliti adalah terdapat beberapa ramalan yang telah terbukti dalam perjalanan bangsa Indonesia. Terdapat juga ramalan yang belum terbukti kebenarannya. Namun, hal tersebut bukan berarti menjadi acuan kehidupan bangsa ataupun Nusantara melainkan menjadi wacana. Menurut Iskandar (2007), ramalan yang membuat masyarakat Jawa sebagian meyakini kebenarannya, yaitu Tanah Jawa kalungan wesi, prau mlaku ing awang-awang, kali ilang kedhunge, pasar ilang kumandange. Ramalan tersebut memiliki arti ‘Tanah Jawa dilingkari oleh besi (rel kereta api), kapal berjalan di angkasa (pesawat terbang), sungai-sungai telah hilang lubuknya (terjadinya erosi), pasar kehilangan gaungnya (dibangun mal-mal pengganti pasar tradisional).
Berdasarkan pernyataan tersebut hal yang melatarbelakangi ramalan Jayabaya menarik diulas ialah keberadaan kebenaran dan yang diyakini. Selain itu, adanya ramalan yang telah terbukti dan belum terbukti. Jadi, dapat disimpulkan bahwa bukan berarti untuk meyakini yang ada dalam ramalan tersebut melainkan menjadikan sebuah wacana yang dapat menambah ilmu menghadapi kemungkinan yang akan terjadi.
Rumusan Masalah
Pada makalah ini dipaparkan masalah dan topik pembahasan sebagai berikut.
a.       Apa saja “ramalan” Jayabaya yang masyhur?
b.      Bagaimana “ramalan” Jayabaya yang terbukti dalam lingkup Nusantara?
c.       Mengapa “ramalan” Jayabaya menemui pro dan kontra di antara masyarakat?
d.      Bagaimana “ramalan” Jayabaya yang masyhur dan masih menjadi tanda tanya di antara masyarakat di Nusantara?



PEMBAHASAN
Pada makalah ini dijelaskan “ramalan” Jayabaya yang masyhur, yang terbukti, yang menemui pro dan kontra, dan yang masih menjadi tanda tanya di antara masyarakat Nusantara. Empat pembahasan tersebut dipaparkan sebagai berikut.
Penelaahan “Ramalan” Jayabaya yang Masyhur
Ramalan Jayabaya yang masyhur adalah ramalan yang dikenal masyarakat akan terjadi dan sudah terjadi. Ramalan tersebut berupa bait-bait ataupun prosa. Pada dasarnya diyakini atau tidak diyakini bergantung pada individu masing-masing, tetapi yang masyhur telah menjadi hal yang diyakini sebagian masyarakat Jawa. Ramalan yang masyhur tersebut dipaparkan sebagai berikut.
a.       Ramalan tentang ratu adil atau satrio piningit. Pada wacana mengenai ratu adil sangat diharapkan oleh masyarakat. Alasannya adalah muncul zaman keemasan setelah terjadinya kesemrawutan di Indonesia. Contohnya, penindasan dan penderitaan lahir batin.
b.      Ramalan tentang mobil, pesawat, dan rel kereta api. Ramalan tersebut, yaitu besuk yen wis ana kereta mlaku tanpa jarang, Tanah Jawa kalungan wesi, prau mlaku ing awang-awang, kali ilang kedhunge, pasar ilang kumandang, biku tanda yen Jayabaya bus amprepegi.
c.       Ramalan tentang bencana di Jawa, yaitu Kediri dadi kali, Surabaya dadi rawa, Tulungagung dadi kedung, Blitar dadi latar. Setelah banyak bencana alam dan kehidupan, diramalkan muncul ratu adil.
d.      Ramalan tentang maraknya seks bebas, yaitu wong wadon ilang kawirangane, wong lanang ilang prawirane ‘banyak wanita hilang rasa malunya dan laki-laki hilang kehormatannya.
e.       Ramalan tentang adanya kelompok kulit kuning yang menyelamatkan Indonesia dari kekejaman kulit putih.
f.       Ramalan Jayabaya berupa pencocokan menjadi prosa, yaitu Akeh udan salah mangsa, Akeh prawan tua, Akeh randha meteng, akeh bayi tanpa bapa, agama akeh asing nantang, kamanungsan akeh sing ilang, omah suci wanodya padha wani ing ngendi-endi. Arti dari tersebut ‘banyak hujan turun salah musim, rawan tua, janda hamil, bayi tanpa ayah, orang menentang agama, orang kehilangan kemanusiaan, rumah suci dibenci,tempat maksiat dipuja, dan wanita berani tampil di mana-mana.
Berdasarkan pernyataan yang telah diulas, dapat disimpulkan bahwa ramalan Jayabaya yang masyhur merupakan yang telah umum diketahui masyarakat, tetapi juga ada yang belum diketahui masyarakat. Penelaahan ramalan Jayabaya yang masyhur mulai dari yang paling diyakini, yaitu datangnya ratu adil dan manusia menciptakan pesawat ataupun kereta api sampai dalam Indonesia terjadi marak seks bebas. Penelaahan tersebut pada dasarnya masih terdapat hal lain yang masyhur, tetapi enam “ramalan” dapat mewakili bahwa pengaruh “ramalan” terhadap kehidupan dalam Indonesia sangat kuat.
Penelaahan “Ramalan” Jayabaya yang Terbukti di Indonesia
Ramalan Jayabaya bukan untuk diyakini secara yakin seperti agama. Ramalan tersebut hanya sebuah wacana yang ditujukan untuk menghadapi semua kemungkinan. Semua hal yang ada di dunia telah ada yang mengatur dan itu bukan ramalan. Namun, ramalan Jayabaya telah ada yang sudah menjadi kenyataan. Penelaahan “ramalan” Jayabaya yang masyhur dan nyata terbukti di Indonesia adalah sebagai berikut.
a.       “Mula den titenana! Samangsa Tanah Jawa mengku Ratu wis fora bapa, titikane nganggo kethu; pengapesane wanita ngiwi-ngiwi, ajejuluk Sara agung. Ratu digdaya ora tedhas tapak paluning pandhe sisane gurinda, nanging apese mungsuh setan thuyul ambergandus, bocah cilik pating pendelik ngrubungi omah, sorak-sorak kaya nggusah pitik, ratu atine cilik, angundama bala sabrang sing doyan asu. Pantes yen peparap bupathing prang, sing wani bakal wirang, yen nglurug tanpa bala, digdaya tanpa aji, menang tan ngasorake, sugih tanpa bandha, umbul-umbule warna jenang gula klapa. Patine nunggu sabda, sinabda bali tan kena mimis tan kena penggawe ala, nanging cures ludhes lemes amarga kecepit daging sekeliling. Yen kasebut asmane mesti dadi rame, akeh sing padha gething. Yen kenal padha nyanding, bisa krasa digdaya tanpa aji apanika digdaya kadi Baru Klinthin.” (Iskandar, 2007:13). Pernyataan tersebut memiliki arti, yaitu perhatikanlah ketika Tanah Jawa memiliki raja yang tidak berayah lagi dengan ciri memakai peci dan bergelar serba mulia; kelemahannya  berhadapan dengan wanita-wanita cantik yang suka merayu. Sang raja kebal terhadap berbagai jenis senjata, tetapi tidak berdaya melawan setan-setan buruk rupa! Anak-anak mengelilingi rumahnya bersorak layaknya mengusir ayam (menggambarkan KAMI/KAPI). Sang raja kecil nyalinya, mengumpat warga negara asing yang suka makan daging anjing (menggambarkan Bung Karno terhadap segala bentuk penjajahan). Beliau pantas bergelar komandan perang, yang berani dengannya bakal malu. Bila menyerang tanpa pasukan, beliau sakti tanpa pusaka dan bila menang tidak menistakan orang lain. Beliau kaya tanpa harta, bendera berwarna merah-putih. Meninggalnya menunggu takdir. Beliau ditakdirkan bukan karena terbunuh atau guna-guna, tetapi lemas tidak berdaya karena terjerat oleh ulah manusia yang mengelilinginya. Mereka yang membenci, tidak senang namanya disebut. Namun yang memahami ajaran-ajarannya, akan mengagumi dan merasa berjaya tanpa azimat laksana kesaktian Baru Klinthing”.
b.      Mbesuk wolak waliking jaman bakal teka: akeh wong nglanggar sumpahe dhewe, manungsa padha seneng nyalahake liyan, ora ngendahake hukum Alloh, barang jahat diangkat-angkat, barang suci dibenci, ukuman ratu ora adil, akeh pangkat sing jahat lan ganjil, wong ala kapuja luwih utama ngapusi. Penyataan terbut berarti perkembangan zaman menimbulkan seseorang ingkar janji, suka menyalahkan orang lain, tidak mengindahkan ajaran Allah, keburukan diagungkan, kebaikan dibenci, hukuman pemimpin sudah tidak adil, orang berpangkat tidak berusaha, yang berbohong dipuja. Hal tersebut telah terbukti di Indonesia, misalnya hukuman pemimpin sudah tidak adil.
c.       Wong waras lan adil uripe ngenes lan kepencil, sing ora bisa maling digething, sing pinter durhaka dadi kaca, wong Bener sangsaya thenger-thenger, wong salah sangsaya bungah, akeh bandha musna tan karuan larine. Pernyataan tersebut berarti mereka yang adil hidupnya semakin menderita dan tersingkirkan, yang tidak pintar mencuri dibenci, mereka yang curang dijadikan teman, orang jujur semakin terbujur, orang salah semakin pongah, banyak harta musnah tanpa sebab jelas. Penelaahan pernyataan tersebut bahwa banyaknya korupsi yang berarti tidak tahu hilangnya harta ke mana, tanpa sebab yang jelas.
d.      Bumi sangsaya suwe sangsaya mengkeret, sakilan dipajeki, wong wadon nganggo pangganggo lanang. Pernyataan tersebut berarti bumi semakin lama terasa sempit (karena sangat lancarnya transportasi arus informasi), sejengkal tanah kena pajak (orang buang air kecil pun harus membayar), wanita memakai pakaian mirip laki-laki. Hal tersebut menyatakan adanya globalisasi.
e.       Ramalan tentang banyaknya bencana alam, kekacauan sosial, belum cukup umur sudah mempunyai momongan, dan kemiskinan masih mendominasi.
f.       Ramalan tentang banyak pengkhianat, orang makan sesama bahkan besi juga dimakan (korupsi), orang mati kelaparan di tengah-tengah yang berkecukupan, dan orang-orang yang meninggalkan agama.
Penelaahan “ramalan” Jayabaya yang masyhur dan nyata terbukti di Indonesia masih terdapat banyak dalam bentuk prosa, bait, ataupun pencocokan menjadi pernyataan. Berdasarkan enam hal yang telah diulas merupakan peristiwa yang mendominasi kehidupan di Indonesia. Hal tersebut, yaitu adanya kemiskinan, ketidakadilan, kekacauan sosial, terdapat seks bebas, globalisasi, dan bencana alam. Semua pernyataan mencakup seluruh “ramalan” yang terbukti yang belum tersebut dalam makalah.
Penelaahan “Ramalan” Jayabaya Menemui Pro dan Kontra di antara Masyarakat Indonesia
Penelaahan “ramalan” Jayabaya memiliki bermacam-macam penafsiran lebih lanjut. Penelaahan tersebut menemui pro dan kontra di antara masyarakat. Pro dan kontra adalah dua hal yang selalu ada setiap pernyataan, begitu pun dalam pernyataan “ramalan” Jayabaya. Pemaparan tersebut disajikan sebagai berikut.
a.       Berdasarkan pengamatan, kelompok pro memberi pendapat bahwa “ramalan” Jayabaya diyakini benar adanya karena benar-benar telah ada yang terjadi. Oleh karena itu, “ramalan” Jayabaya yang belum terjadi akan terjadi. Contohnya, datangnya satria piningit setelah munculnya kekacauan sosial lahir dan batin. Kelompok pro, 50% menyatakan hal tersebut adalah sebuah pertanda kesaktian Prabu Jayabaya tidak diragukan. Risih bayi padha mbayi ‘masih kecil sudah melahirkan’. Pertanda bahwa dahulu saat pernyataan tersebut menjadi wacana dan “ramalan” bukanlah hanya kebetulan.
b.       Berdasarkan pengamatan, kelompok kontra berpendapat bahwa wacana Prabu Jayabaya bukan untuk diyakini, tetapi hanya seni dan gambaran bait yang kebetulan ada yang terjadi atau tidak terjadi. Meskipun begitu, ramalan Jayabaya manungsa padha seneng ngalap, tan anindakake hukuming Allah ‘manusia senang menghujat sesamanya, banyak yang meinggalkan hukum Allah’. Wacana tersebut tidak sepenuhnya benar, terdapat orang-orang yang sadar beragama dan menaati Tuhannya. Jadi, kelompok kontra 70% menyatakan bahwa wacana dengan kenyataan hanya kebetulan.
Berdasarkan pernyataan yang telah diulas tersebut, dapat disimpulkan bahwa pro dan kontra selalu ada di setiap pernyataan apapun termasuk “ramalan” Jayabaya. Pro dan kontra dalam “ramalan” Jayabaya menimbulkan pertanyaan dari pernyataan atau wacana mengenai masa depan. Jadi, pro membenarkan “ramalan” dan bukan kebetulan, sedangkan kontra berpendapat bahwa hanya kebetulan bukan “ramalan”.

Penelaahan “Ramalan” Jayabaya yang Masyhur dan Masih Menjadi Tanda Tanya di Indonesia
“Ramalan” Jayabaya pada zaman dahulu telah ada yang terjadi dan belum terjadi. Penelaahan “ramalan” Jayabaya yang belum terjadi menimbulkan tanda tanya dan keraguan pada masyarakat. Wacana yang masih menjadi tanda tanya dipaparkan sebagai berikut.
a.       Yoedoprawiro (2000) menyatakan bahwa konsep ratu adil atau satria piningit masih menjadi tanda tanya di kalangan masyarakat. “Konsep tentang ratu adil dan pengharapan akan datangnya zaman keemasan adalah pencerminan yang muncul dalam masyarakat yang sudah lama mengalami penindasan dan penderitaan ilahi batin. Penelaahan konsep ratu adil ialah masyarakat yang menderita di tengah-tengah orang berkecukupan menjadi mengharap adanya ratu adil. Jadi, ratu adil belum diketahui identitasnya, tetapi sirik den wenehi merupakan sikapnya ‘pantang untuk diberi’ walaupun kekurangan.
b.      Iskandar (2007) menyatakan bahwa selot-selote yen mbesuk ngancik tutuping tahun, sinungkalan dewa (8), ngasta (2) manggalaning (9) ratu (1), (tahun Jawa 1928), bakal ana dewa ngejawantah betara Kresna, awatak Baladewa, agegaman trisula wedha, jinejer wolak-waliking zaman, wong nyilih mbalekake, wong utang mbayar, utang nyawa bayar nyawa, utang wirang nyaur wirang. Hal tersebut sependapat dengan konsep Yoedoprawiro mengenai datangnya ratu adil. Wacana tersebut berarti selambat-lambatnya kelak menjelang tutup tahun Jawa: 1928 atau 2006 M, maka akan tampil dewa berbadan manusia, berparas Betara Kresna, berwatak Baladewa, bersenjata trisula wedha (jejeg, jujur, Bener, wasis, wegig, waskita) adalah tanda datangnya perubahan zaman, orang pinjam mengembalikan, orang berhutang membayar, hutang malu akan mendapat malu.
c.       Mula den upadinen sinatriya biku, wus tan abapa, tan bibi, lola, awus aputus Weda Jawa, mung angandelake trisula, landheping trisula pucuk, gegawe pati utawa utang nyawa, sing tengah sirik gawe kapitunaning liyan, sing pinggir-pinggir tolak colong njupuk winanda. Wacana tersebut berarti carilah satria itu, yatim piatu, tak bersanak saudara, sudah lulus Weda Jawa, hanya berpedoman trisula, ujung trisulanya tajam, membawa maut atau utang nyawa, yang tengah pantang merugikan orang lain, yang di kirai dan kanan menolak pencurian dan kejahatan.
d.      Aja gumun, aja ngungun, hiya iku putrane Bethara Indra, kang pambayun tur isih kuwasa nundhung setan, tumurune tirta brjamusti pisah kaya ngundhuh, hiya siji iki bisa paring pituduh, marang jarwane jangka kalaningsun, tan kena den apusi, marga bisa manjing jroning adi, ana manungso kaiden ketemu, duga ana  jalma sing urung angsana, aja irik aja gela, iku dudu wektunira, nganggo simbol ratu tanpa makutha, mula sing menangi enggala den leluri, aja kongsi zaman kendhata madhepa den marikelu, eja-bejane anak putu. Pernyataan tersebut memiliki arti jangan heran, jangan bingung, itulah putra Batara Indra, yang sulung dan masih kuasa mengusir setan, air terjun brajamusti pecah memercik, hanya yang satu ini dapat memberi petunjuk, tentang arti ramalan saya, tidak bisa ditipu, karena dapat masuk ke dalam hati, ada manusia yang boleh bertemu, tapi ada manusia yang belum diizinkan, jangan iri dan kecewa, itu bukan waktu Anda, memakai lambang tanpa mahkota. Oleh sebab itu, yang menjumpai segeralah menghormati, jangan sampai terputus, menghadaplah dengan patuh, keberuntungan ada di anak cucu.
e.       Hal yang menjadi tanda tanya dan masyhur yang selanjutnya adalah nama pemimpin Indonesia yang memiliki akhiran namanya “No-To-Ne-Go-Ro”. Hal tersebut terbukti hanya pada presiden pertama dan kedua Indonesia, yaitu Soekarno yang memiliki huruf nama akhir “No” dan Soeharto yang memiliki huruf nama akhir “To”. Namun, presiden ketiga Indonesia tidak memiliki unsur huruf nama akhir “Ne”, yaitu B.J Habibie. Setelah itu, tidak ada lagi unsur nama “Ne”. Jadi, dapat disimpulkan bahwa masih menjadi tanda tanya, presiden ke berapa yang memiliki unsur huruf akhir “No-To-Ne-Go-Ro”.
Berdasarkan pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa penelaahan “ramalan” Jayabaya yang masyhur dan masih menjadi tanda tanya merupakan keganjilan “ramalan” Jayabaya. Pendapat tersebut ditunjang dengan dua pilihan, yaitu ramalan Jayabaya yang meleset dan ramalan Jayabaya memiliki makna lain.



PENUTUP
Simpulan
Ramalan Jayabaya merupakan wacana untuk menghadapi kemungkinan. Penelaahan “ramalan” Jayabaya terdapat empat hal, yaitu yang masyhur, yang telah terbukti dan terjadi, menemui pro dan kontra, dan yang masih menjadi tanda tanya. Ramalan Jayabaya telah banyak yang terjadi di Indonesia dari aspek, politik, realitas sosial, dan lain-lain. Namun, hal tersebut tidak dapat dijadikan alasan untuk meyakini seperti agama. Penelaahan ramalan Jayabaya menemui dua pendapat, yaitu meleset dan memiliki makna lain. Jadi, diperlukan penelitian-penelitian menentukan makna yang lain agar tidak menjadi salah paham.



RUJUKAN
Hamid, Ahmad Abu. ___. Ramalan Jayabaya: Apakah Dapat Menghambat Pembangunan Pusat Listrik Tenaga Nuklir. Artikel. Yogyakarta: UNY
Iskandar, Amat. 2007. Ramalan Jayabaya dan Serat Darmogandhul. Semarang: Dahara Priza
Karim, Ibnu S. 2009. Ramalan Jangka Jayabaya Dalam Realitas Kehidupan. Yogyakarta: Sahabat Setia
Ratna, Nyoman Kutha. 2010. Metodologi Penelitian Kajian Budaya dan Ilmu Sosial Humaniora Pada Umumnya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Yoedoprawiro, Hidayat. 2000. Relevansi Ramalan Jayabaya dengan Indonesia Abad XXI. Jakarta: Balai Pustaka

Minggu, 23 Oktober 2016

Teori Estetika Resepsi


1.      Pengertian
Teori estetika resepsi merupakan pendekatan yang digunakan dalam menilai suatu karya sastra. Estetika resepsi adalah ilmu keindahan yang didasarkan pada nilai atau resepsi pembaca. Karya sastra mempunyai nilai karena pembaca memberi nilai padanya. Menurut Jauss (1958) resepsi sastra bagaimana pembaca memberikan makna terhadap karya Astra yang dibacanya sehingga memberikan reaksi terhadap karya sastra. Tanggapan tersebut bersifat pasif.
2.      Latar Belakang Teori Estetika Resepsi
Hal yang melatarbelakangi lahirnya teori estetika resepsi adalah karya tidak mempunyai arti tanpa ada pembaca yang menanggapinya. Perkembangan awal oleh Mukarovsky terdapat pembaca implisit dalam karya sastra. Adanya komunikasi antara teks sastra dengan pembacanya. Pembaca memahami karya sastra dengan kerangka konteks sosial. Gagasan Mukarovsky dikembangkan oleh Felix Vodicka. Selanjutnya gagasan Vodicka dilanjutkan dan dikembangkan oleh Robert Jauss dan Wolfgang Iser.
3.      Tokoh yang Mengembangkan Teori Estetika Resepsi
a.       Mukarovsky dan Vodicka
Jan Mukarovsky dan Felix Vodicka adalah tokoh perintis perkembangan resepsi sastra atau estetika resepsi. Mukarovsky dan Vodicka adalah pengembang teori tentang estetika bahasa dan estetika dalam konteks sosial. Mukarovsky adalah seorang strukturalis, yang lebih tertarik dengan nilai dan fungsi estetika bahasa.
Menurut teori resepsi sastra, fungsi estetika sastra berhubungan dengan fungsi sosial, sedangkan fungsi estetika dan fungsi sosial tersebut selalu berubah-ubah sesuai dengan perkembangan sosial.
b.      Jauss dan Iser
Jauss adalah seseorang ahli sejarah sastra. Jauss mengemukakan pendekatan penulisan sejarah sastra terhadap dinamika sastra. Dinamika sastra dalam hal ini pada aktivitas dan kesan pembaca.
Menurut Jauss, tanggapan pembaca terhadap sebuah teks sastra ditentukan oleh horison penerimaan. Horison penerimaan, yaitu bersifat estetik atau yang ada di dalam teks sastra dan tidak bersifat estetik atau yang tidak ada di dalam teks sastra, tetapi sesuatu yang melekat pada pembaca. Horison penerimaan yang bersifat estetik adalah plot, penokohan, perwatakan, waktu, tempat, teknik penceritaan, gaya bahasa, dialog (dalam drama), bunyi, pola-pola sajak, bait, baris, dan lain-lain. Horison penerimaan yang melekat pada pembaca adalah pekerjaan, pendidikan, tempat tinggal, agama, sikap dan nilai yang ada pada pembaca.
Tokoh lain adalah Wolfgang Iser. Menurut Iser antara pembaca dengan teks sastra ersifat realtif. Kreativitas pembaca lebih kurang sama dengan kreativitas penulis. Pembaca diberi tempat untuk menanggapi karya sastra. Hal tersebut adalah kegiatan resepsi sastra. Iser menyebutnya dengan konkretisasi makna.

4.      Konsep-konsep Penting
Perkembangan resepsi sastra lebih berkembang setelah munculnya pikiran-pikiran Jausz dan Iser yang dapat dianggap memberikan dasar teoretis dan epistemologis. Tumpuan perhatian dari teori sastra akan diberikan kepada teori yang mereka kembangkan.
Jausz memiliki pendekatan yang berbeda dengan Iser tentang resepsi sastra, walaupun keduanya sama-sama menumpukan perhatian kepada keaktifan pembaca dalam menggunakan imajinasi mereka. Jausz melihat a) bagaimana pembaca memahami suatu karya seperti yang terlihat dalam pernyataan/penilaian mereka dan b) peran karya tidak penting lagi. Yang terpenting di sini yaitu aktibitas pembaca itu sendiri. Sedangkan Iser a) lebih terbatas pada adanya pembacaan yang berkesan tanpa pembaca perlu secara aktif dan b) karya memiliki peranan yang cukup besar. Bahkan kesan yang ada pada pembaca ditentukan oleh karya itu sendiri (Junus, 1985:49).
Resepsi sastra dapat melahirkan tanggapan, reaksi atau respon terhadap sebuah karya sastra dikemukakan oleh pembaca sejak dulu hingga sekarang akan berbeda-beda antara pembaca yang satu dengan yang lain. Begitu juga dengan tiap periode berbeda dengan periode lainnya. Hal ini disebabkan oleh perbedaan cakrawala harapan (verwachtingshorizon atau horizon of expectation). Cakrawala harapan ini adalah harapan-harapan seorang pembaca terhadap karya sastra (Pradopo, 2007:207).