Minggu, 27 November 2016

Kajian Budaya - Penanda Tutur dalam Komunikasi Keseharian

Sepuluh macam ungkapan atau penanda tutur dalam komunikasi keseharian disertai arti dan latar belakang ungkapan tersebut.
1.       Angkat tangan, artinya sudah tidak sanggup bahkan menyerah dengan keadaan. Latar belakang idiom ini, tangan digunakan untuk bekerja dan melakukan sesuatu namun diimplikasikan dengan kata angkat artinya tidak melakukan apapun lagi misalnya tidak sanggup mengerjakan tugas jadi angkat tangan.
2.       Adus kringet, artinya bermandi keringat karena mandi adalah kegiatan mengguyur air ke badan jadi keringat ibaratnya seperti air yang membasahi tubuh karena telah melakukan kegiatan yang menguras tenaga.
3.       Peh, kata yang digunakan oleh orang-orang sekaresidenan Kediri untuk mengungkapkan kekaguman atau kekesalan, latar belakangnya adalah kata biyuh (wah) kemudian menjadi biyeh atau ada yang mengungkapkan dengan piyeh lalu menjadi bah dan peh dengan dialek Kediri yang biasanya melebih-lebihkan seperti puueh, peeiyeh, dan peeeeh.
4.       Penanda tutur kepalan tangan saat marah, artinya “melawan” jadi saat ada seseorang tersinggung lalu mengangkat lengan dan mengepalkan tangan adalah ingin melawan. Mengepal implikasinya rasa yang menggumpal yaitu kesal yang ditekan-tekan ingin dilampiaskan.
5.       Gabut, bahasa yang sering digunakan anak muda saat malas ke mana-mana, latar belakang kata ini adalah gaji buta = gabut, artinya tidak melakukan kewajiban padahal sudah dipenuhi haknya. Kata ini digunakan anak muda dengan akronim gabut = gak bisa ikut, artinya sedang malas melakukan sesuatu padahal sudah ada fasilitas (misal diajak jalan-jalan).
6.       Patah hati, artinya perasaan yang putus atau sudah tidak ada lagi keinginan. Hati digunakan untuk perasaan karena dianggap sama artinya dengan qolbu. Patah digunakan untuk menggambarkan perasaan atau keinginan yang tidak dapat dilanjutkan lagi karena tidak utuh atau tercerai berai.
7.       Muka tembok atau muka tripleks atau muka tebal, artinya tidak punya rasa malu jadi muka atau penampilan adalah gambaran kadar malu seseorang, apabila itu tidak diperhatikan berlebihan maka sudah berkurang rasa malunya. Tembok diimplikasikan menjadi sesuatu yang keras dan susah diubah jadi sudah tidak ada rasa malu dan tidak bisa diubah.
8.       Penanda tutur menatap mata seseorang dalam waktu lama dapat menimbulkan salah paham. Sebagian orang mengartikan apabila menatapnya terus-terusan maka orang itu menantang masalah padahal bisa saja akibat melamun dan menatap yang lain tetapi dikira menatap orang tersebut.
9.       Lungguh nang tengah utawa ngarep lawang bisa ngalangi rejeki, pendahulu orang Jawa mengajarkan bahwa duduk di tengah atau depan pintu bisa menolak rezeki. Hal ini (mitos) bisa diartikan bahwa pintu adalah jalan menuju ruang tengah, dapur, belakang, dan depan jadi kalau ada orang datang lewat depan membawa rezeki maka tidak bisa masuk.

10.   A piece of cake, ungkapan ini menyatakan sesuatu yang ringan untuk dilakukan. Cake = roti dipilih karena makan sepotong kue adalah kegiatan mudah dan menyenangkan untuk dilakukan. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar