Sepuluh macam ungkapan atau penanda tutur dalam komunikasi
keseharian disertai arti dan latar belakang ungkapan tersebut.
1.
Angkat
tangan, artinya sudah tidak sanggup bahkan menyerah dengan keadaan. Latar
belakang idiom ini, tangan digunakan untuk bekerja dan melakukan sesuatu namun
diimplikasikan dengan kata angkat artinya tidak melakukan apapun lagi misalnya
tidak sanggup mengerjakan tugas jadi angkat tangan.
2.
Adus kringet, artinya bermandi
keringat karena mandi adalah kegiatan mengguyur air ke badan jadi keringat
ibaratnya seperti air yang membasahi tubuh karena telah melakukan kegiatan yang
menguras tenaga.
3.
Peh, kata yang digunakan oleh
orang-orang sekaresidenan Kediri untuk mengungkapkan kekaguman atau kekesalan,
latar belakangnya adalah kata biyuh
(wah) kemudian menjadi biyeh atau ada
yang mengungkapkan dengan piyeh lalu
menjadi bah dan peh dengan dialek Kediri yang biasanya melebih-lebihkan seperti puueh, peeiyeh, dan peeeeh.
4.
Penanda tutur kepalan tangan saat marah, artinya “melawan” jadi saat ada
seseorang tersinggung lalu mengangkat lengan dan mengepalkan tangan adalah
ingin melawan. Mengepal implikasinya rasa yang menggumpal yaitu kesal yang ditekan-tekan
ingin dilampiaskan.
5.
Gabut, bahasa yang sering digunakan
anak muda saat malas ke mana-mana, latar belakang kata ini adalah gaji buta = gabut, artinya tidak
melakukan kewajiban padahal sudah dipenuhi haknya. Kata ini digunakan anak muda
dengan akronim gabut = gak bisa ikut,
artinya sedang malas melakukan sesuatu padahal sudah ada fasilitas (misal
diajak jalan-jalan).
6.
Patah
hati, artinya perasaan yang putus atau sudah tidak ada lagi keinginan. Hati
digunakan untuk perasaan karena dianggap sama artinya dengan qolbu. Patah digunakan untuk
menggambarkan perasaan atau keinginan yang tidak dapat dilanjutkan lagi karena
tidak utuh atau tercerai berai.
7.
Muka
tembok atau muka tripleks atau muka tebal, artinya tidak punya rasa malu
jadi muka atau penampilan adalah gambaran kadar malu seseorang, apabila itu
tidak diperhatikan berlebihan maka sudah berkurang rasa malunya. Tembok
diimplikasikan menjadi sesuatu yang keras dan susah diubah jadi sudah tidak ada
rasa malu dan tidak bisa diubah.
8.
Penanda tutur menatap mata seseorang dalam waktu lama dapat menimbulkan salah
paham. Sebagian orang mengartikan apabila menatapnya terus-terusan maka orang
itu menantang masalah padahal bisa saja akibat melamun dan menatap yang lain
tetapi dikira menatap orang tersebut.
9.
Lungguh nang tengah utawa ngarep lawang bisa
ngalangi rejeki, pendahulu orang Jawa mengajarkan bahwa duduk di tengah
atau depan pintu bisa menolak rezeki. Hal ini (mitos) bisa diartikan bahwa
pintu adalah jalan menuju ruang tengah, dapur, belakang, dan depan jadi kalau
ada orang datang lewat depan membawa rezeki maka tidak bisa masuk.
10.
A piece of cake, ungkapan ini
menyatakan sesuatu yang ringan untuk dilakukan. Cake = roti dipilih karena makan sepotong kue adalah kegiatan mudah
dan menyenangkan untuk dilakukan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar